Latest News

Kumpulan Opini Kompas: Tonggak Sejarah Gres Indonesia

Ikrar Nusa Bhakti

PENANTIAN itu berakhir sudah. Ketua Komisi Pemilihan Umum Husni Kamil Manik , Selasa (22/7/2014) malam , mengumumkan hasil pemilihan umum presiden yang dimenangi pasangan nomor urut 2 , Ir H Joko Widodo dan Drs HM Jusuf Kalla. Kemenangan Jokowi-JK merupakan tonggak sejarah gres bagi bangsa Indonesia alasannya untuk pertama kalinya seorang presiden terpilih meniti karier politiknya dari bawah , yaitu dari Wali Kota Solo , meningkat menjadi Gubernur DKI Jakarta , lalu maju sebagai capres , dan terpilih menjadi presiden ke-7 Republik Indonesia.

Ini juga tonggak sejarah gres bagi Indonesia alasannya seseorang yang pernah menduduki jabatan wakil presiden pada 2004-2009 , Jusuf Kalla , terpilih kembali menjadi Wapres RI periode 2014-2019.

Penulis pernah menulis di harian ini semenjak selesai 2013 bahwa Jokowi yaitu capres paling sempurna yang harus diusung oleh PDI Perjuangan dan cawapres yang paling cocok mendampingi Jokowi yaitu mantan Wapres Jusuf Kalla. Pasangan ini kemungkinan besar bakal terpilih menjadi Presiden dan Wapres RI 2014-2019 pada Pilpres 9 Juli 2014.

Kemenangan Jokowi-JK sekali lagi memperlihatkan bahwa individu calon dan bukan asal partai lebih menentukan pilihan rakyat. Banyak sedikitnya partai politik yang mendukung pasangan capres dan cawapres bukanlah faktor penentu kemenangan. Berkoalisi dengan rakyat terbukti lebih menggelorakan semangat kesukarelaan (volunterisme) ketimbang berkoalisi dengan elite politik yang gemar memobilisasi rakyat.

Kalimat ”Jokowi-JK yaitu Kita” memperlihatkan betapa pasangan ini ingin mempersonifikasikan diri sebagai bab dari rakyat kebanyakan.

Catatan penting lain yaitu , Jusuf Kalla bukanlah suplemen penyerta dalam Pilpres 2014 ini. Sumbangan bunyi yang diberikannya amat bermakna bagi kemenangan pasangan ini. Meski pasangan ini kalah di Provinsi Aceh , perolehan bunyi 913.309 (45 ,61 persen) merupakan sumbangan yang tak ternilai harganya bagi pasangan ini.

Di Aceh , Jusuf Kalla masih dikenang sebagai tokoh bangsa yang menuntaskan masalah separatisme di Aceh dengan elegan , adil , tenang , dan bermartabat. Di hampir semua provinsi di Sulawesi , kecuali Gorontalo , pasangan Jokowi-JK menjadi pemenang. Di Kepulauan Riau , Kalimantan , Maluku , Papua Barat , dan Papua yang ada warga Bugis , Buton , dan Makassar (BBM) , bunyi untuk pasangan ini juga sangat signifikan.

Didera banyak sekali kampanye hitam yang berbau suku , agama , ras , dan antar-golongan (SARA) serta informasi yang sengaja diembuskan bahwa Jokowi keturunan Tionghoa , ayahnya dari Singapura , beragama Kristen , dan bahkan ayahnya penggagas Partai Komunis Indonesia (PKI) , elektabilitas Jokowi sempat merosot tajam. Hal ini ditambah lagi dengan pengaruh kampanye hitam yang disiarkan tabloid Obor Rakyat yang dikelola Staf Khusus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Seminggu menjelang hari pemilihan , elektabilitas Jokowi-JK sempat stagnan , sementara pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa semakin menaik. Situasi ini yang menjadikan seorang pakar komunikasi politik UI memperkirakan bahwa pasangan yang elektabilitasnya stagnan bakal kalah dalam pilpres dari pasangan lawan yang elektabilitasnya meningkat drastis.

Pembalikan tren penurunan dan stagnasi elektabilitas ini terjadi lima hari sebelum hari-H. Sedikitnya ada beberapa pemicu pembalikan ini , di antaranya pernyataan elite Partai Keadilan Sejahtera (PKS) , Fachri Hamzah , yang menyebut tawaran Jokowi soal penentuan 1 Muharam sebagai hari santri yaitu ”sinting”. Komentar ini diyakini membalikkan pemberian sebagian kaum nahdliyin dari Prabowo-Hatta menjadi ke Jokowi-JK.

Tagar (hashtag) yang ditulis artis Sherina yang berbunyi ”Akhirnya Pilih Jokowi” juga banyak kuat terhadap pengikutnya yang mencapai 8 ,5 juta remaja. Selain itu , Konser Musik Dua Jari yang dimotori grup musik Slank dan melibatkan banyak sekali artis sukarelawan Jokowi di Gelora Bung Karno pada 5 Juli 2014—dihadiri lebih dari 50.000 orang—juga membuat tak sedikit pemilih Jakarta berbalik mendukung Jokowi-JK. Kepergian Jokowi dan keluarga beribadah umrah juga membantu meyakinkan pemilih bahwa Jokowi seorang Muslim.

Kemenangan rakyat

Kemenangan Jokowi-JK bukan hanya kemenangan pasangan tersebut dan para pendukungnya , melainkan juga kemenangan seluruh rakyat. Pilpres 2014 telah berjalan setrik tenang , adil , jujur , dan inklusif walau masih ada kekurangan di sana-sini. Kalaupun ada kecurangan yang masif , sistematis , dan terstruktur di beberapa kawasan pemilihan , kecurangan pemilu sanggup ditekan alasannya rakyat bukan hanya aktif berpartisipasi memperlihatkan suaranya , melainkan juga menjaga proses penghitungan suara. Rakyat Indonesia yang tinggal di dalam dan luar negeri begitu garang dalam partisipasi politik mereka.

Satu hal yang disesalkan—seperti juga terjadi pada Pilpres 2004 dan Pilpres 2009—adalah pasangan yang kalah tidak mau membuat pidato kekalahan. Bahkan , ada isyarat supaya para saksi mereka yang berada di KPU ketika rekapitulasi bunyi nasional meninggalkan program yang sangat penting itu alasannya tuntutan untuk pemungutan bunyi ulang di 5.802 tempat pemungutan bunyi di DKI Jakarta tidak mendapatkan jawaban positif dari KPU dan Bawaslu.

Hatta Rajasa menentukan tidak hadir ketika Prabowo berpidato menolak proses rekapitulasi nasional yang dilaksanakan KPU. Hatta dan Partai Amanat Nasional sendiri sepertinya sudah sanggup mendapatkan kekalahan pasangan Prabowo-Hatta.

Pilpres 2014 telah mengembalikan semangat kegotongroyongan dan kesukarelaan rakyat dalam partisipasi politik. Dinamika politik Pilpres 2014 juga menumbuhkan kelompok masyarakat madani yang semakin kuat yang dulu terdominasi oleh cita-cita untuk masuk partai politik.

Ajakan Jokowi sebagai presiden terpilih pada ketika pidato kemenangan di Pelabuhan Sunda Kelapa supaya rakyat dan segenap bangsa menyatu kembali untuk membangun negara dan bangsa Indonesia sangat tepat. Indonesia yaitu bangsa yang majemuk. Pluralisme yaitu suatu keniscayaan. Namun , persatuan Indonesia harus tetap dijaga dan ditumbuhkembangkan.

Ikrar Nusa Bhakti; Profesor Riset di LIPI

0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Tonggak Sejarah Gres Indonesia"

Total Pageviews