Latest News

Kumpulan Opini Kompas: Pelajaran Dari Referendum Skotlandia

Hikmahanto Juwana

PELAKSANAAN referendum di Skotlandia telah selesai. Mayoritas rakyat Skotlandia tetap ingin berada di bawah Kerajaan Inggris. Proses referendum di Skotlandia sempat mendebarkan rakyat , politisi , dan Pemerintah Inggris.

Masyarakat di suatu negara punya banyak alasan mengapa ingin berpisah dari negaranya. Alasan ini tidak semata-mata kesejahteraan yang terabaikan oleh pemerintah sentra atau adanya tindakan polisional yang melanggar hak asasi manusia.

Ini terbukti dari perilaku sebagian masyarakat Skotlandia yang telah 307 tahun bersama Kerajaan Inggris. Keinginan untuk berpisah bukan sebab Pemerintah Inggris gagal menyejahterakan mereka atau adanya tindakan polisional yang melanggar hak asasi manusia.

Pelajaran yang sanggup ditarik dari sisi Inggris yaitu bahwa pemerintah dan rakyat tidak ingin masyarakat Skotlandia berpisah dari mereka. Untuk memastikan hal itu , Ratu Elizabeth pun turut mengimbau supaya masyarakat Skotlandia berpikir setrik cermat untuk masa depannya.

Ini bukan kali pertama sesudah kala dekolonialisasi Inggris menghadapi situasi lepasnya belahan dari kerajaan. Pada 1997 , Hongkong dikembalikan ke Republik Rakyat Tiongkok sebab berakhirnya perjanjian sewa 100 tahun.

Kini , negara dan Pemerintah Inggris seharusnya sanggup berempati atas perasaan pemerintah dan rakyat Indonesia ketika masyarakat Timor Timur diberikan hak menentukan dalam suatu penentuan pendapat yang tidak lain yaitu referendum. Sayang , hasil ketika itu Indonesia tidak seberuntung Inggris dikala ini.

Bagi Indonesia , potensi gerakan yang hendak memisahkan diri dari Indonesia masih terus ada. Tidak saja yang faktual , ibarat Organisasi Papua Merdeka atau Republik Maluku Selatan , tetapi juga yang tidak nyata.

Kapitalisasi

Berbagai gerakan ini telah mengubah usaha mereka dari penggunaan kekerasan menjadi trik hening melalui referendum. Mereka melaksanakan lobi kepada pemerintah mancanegara supaya mendesak Pemerintah Indonesia melaksanakan referendum di wilayah yang mereka perjuangkan.

Kalaulah referendum diberikan kepada masyarakat di suatu kabupaten atau provinsi , besar kemungkinan eksistensi Indonesia bakal terancam. Di sinilah kiprah penting pemerintah dan para diplomat Indonesia untuk mengapitalisasi pengalaman referendum di Skotlandia. Mereka harus sanggup memanfaatkannya untuk meyakinkan pemerintah mancanegara untuk tidak memfasilitasi , memagarkan , bahkan membenarkan gerakan-gerakan yang ingin berpisah dari Indonesia , terkadang atas nama kebebasan berpendapat.

Indonesia yang ibarat kini sudah final dan harus terus tegak. Pemerintah juga sanggup mengapitalisasi bencana di Skotlandia untuk meyakinkan publik di Indonesia bahwa negara maju dan sejahtera sekalipun punya potensi untuk pecah. Suatu hal yang tidak dikehendaki.

Tantangan Indonesia sebagai negara besar yaitu menghadapi negara-negara besar , ibarat Amerika Serikat , Republik Rakyat Tiongkok , India , bahkan pada saatnya Eropa Serikat. Ini sanggup terjadi hanya apabila Indonesia tetap satu.

Hikmahanto Juwana; Guru Besar Ilmu Hukum Fakultas Hukum UI

0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Pelajaran Dari Referendum Skotlandia"

Total Pageviews