Trias Kuncahyono
Setiap kali ingat Jerusalem , setiap kali pula ingat yang ditulis pemazmur , ”Berdoalah untuk kesejahteraan Jerusalem: agarlah orang-orang yang mencintaimu mendapat sentosa.” Setelah beberapa kali melihat dan mengunjungi Jerusalem , benar yang dikatakan pemazmur: Jerusalem memang harus didoakan.
Sesuai namanya , Jerusalem yaitu ”Kota Perdamaian”. Namun , inilah ironisnya , justru di kota ini perdamaian nyaris tak pernah tinggal begitu usang walaupun hadir. Padahal , Jerusalem yaitu kota daerah Pangeran Perdamaian bakal tiba nanti di tamat zaman. Namun , di kota yang menjadi awal mula kebahagiaan ini , cinta diagungkan sekaligus kebencian dipelihara.
Hari Kamis pagi kemudian menjadi saksi betapa kebencian dipelihara , bahkan disuburkan , orang-orang Israel. Pada hari itu , Israel menutup wilayah yang dikelola umat Muslim di Kompleks Masjid Al-Aqsa. Ini kali pertama semenjak tahun 2000 saat Ariel Sharon yang kemudian menjadi perdana menteri disertai 1.000 polisi memasuki kompleks yang oleh umat Muslim disebut Haram al-Sharif , yang di dalamnya bangun Masjid Al-Aqsa dan Dome of the Rock.
Tindakan Sharon itulah yang kemudian melahirkan gerakan perlawanan , Intifadah kedua , yang sering disebut Intifadah Al-Aqsa , 28 September 2000 hingga 8 Februari 2005 , dengan 3.000 orang Palestina dan 1.000 orang Israel tewas , ditambah 64 orang asing.
Tindakan Israel , Kamis kemudian , sebagai buntut bentrokan antara para sampaumur Palestina dan polisi Israel. Bentrokan menyusul tewasnya Moataz Hejazi , laki-laki Palestina , ditembak polisi. Ia dituduh menembak pencetus Israel , Yehuda Glick , yang mengampanyekan orang Yahudi diperbolehkan berdoa di Kompleks Masjid Al-Aqsa.
Kompleks Al-Aqsa , Jerusalem Timur , dan Tepi Barat direbut Israel pada perang 1967. Setelah perang Kompleks Al-Aqsa dikembalikan dan dikontrol Kementerian Wakaf Jordania. Meski demikian , orang Yahudi boleh masuk ke kompleks masjid , tetapi dihentikan sembahyang di dalamnya. Inilah yang dituntut kelompok Yehuda Glick didukung kelompok ultrakanan.
Meski PM Israel Benjamin Netanyahu menyatakan tidak bakal mengubah keadaan yang sudah berlaku semenjak 1967 , tindakan penutupan kompleks telah menyulut api permusuhan.
Harap diketahui bahwa tidak ada daerah di Jerusalem yang lebih sensitif dibandingkan Temple Mount (Bukit Kuil) atau Haram al-Sharif itu , yang dalam bahasa Ibrani oleh orang Yahudi disebut Har haBayit , Tempat yang Sangat Suci. Inilah daerah paling suci di Jerusalem Kuno , Jerusalem Timur. Paling tidak empat agama menggunakan daerah ini sebagai ibadah: Yudaisme , Nasrani , Romawi (dahulu) , dan Islam.
Sedikit api tepercik di sini , dalam waktu cepat bakal berkobar , mengkremasi tak terkendali. Perang besar , yang bahkan bisa lebih besar dari perang Gaza , bakal pecah di titik terpanas di Jerusalem itu apabila kedua belah pihak tak bisa menahan diri dan mendinginkan hati. Proses perdamaian yang sudah bertahun-tahun dilakukan pun bakal tak ada gunanya.
Jerusalem bakal terbakar lagi untuk kesekian kali.
Trias Kuncahyono; Wartawan Senior Kompas
0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Jerusalem| Jerusalem"