Irfan Ridwan Maksum
Otonomi tempat dalam sebuah negara bangsa sanggup dipakai sebagai salah satu seni manajemen reformasi bangsa tersebut (Hoessein: 2008). Negara sanggup semakin efektif meraih tujuan-tujuannya melalui penerapan otonomi tempat , terutama bagi negara dengan geografi luas , jumlah penduduk besar , dan amat heterogen , serta kompleks masalahnya.
Fakta yang terjadi di Indonesia dalam soal tujuan ekonomi , otonomi tempat justru seperti menjadi beban (ekonomi biaya tinggi). Hal ini bekerjsama amat bergantung pada visi-misi kepemimpinan nasional terhadap penerapan otonomi tempat itu sendiri. Jika visi-misinya kabur , memang amat sulit menegakkan tujuan ekonomi bangsa atas pelaksanaan kebijakan otonomi daerah.
Berdasarkan pasar versus berdasarkan sumber daya Leach et-al (1990) menuliskan bahwa reformasi manajemen melalui kebijakan otonomi tempat terkait tujuan ekonominya sanggup berbasis tiga model: (1) pengikut-mode , (2) konservatif , dan (3) selektif. Model pengikut-mode menerapkan seni manajemen copy-paste negara lain supaya ekonomi bangsanya tidak tertinggal. Model ini amat riskan diacu kalau kesiapan bangsa tersebut tidaklah memadai.
Pada model konservatif , sebaliknya sebuah bangsa lebih yakin bakal apa yang sudah dilakukannya. Sulit sekali melihat keberhasilan dunia luar. Model selektif bangun di antara kedua model seni manajemen di atas. Model ini menganjurkan perubahan , tetapi berdasarkan kriteria yang telah disepakati yang menjadi tolok ukur perubahan.
Huseini (2000) mengatakan seni manajemen berdasarkan pasar dan seni manajemen berdasarkan sumber daya.
Strategi pertama , melihat peluang pasar baik dalam negeri maupun global untuk memperkuat otonomi tempat yang pada jadinya memperkuat ekonomi nasional.
Strategi kedua berdasarkan keunggulan yang dimiliki , atau dikenal dengan kompetensi inti tiap-tiap tempat otonom supaya bisa menjadi basis pengembangan ekonomi tempat yang pada jadinya mendorong ekonomi nasional.
Kedua pendapat sanggup dipadukan. Leach setrik implisit menganggap bahwa yang terbaik ialah model selektif , sedangkan berdasarkan Huseini meskipun condong berdasarkan sumber daya yang dikenal dengan seni manajemen Satu Kabupaten Satu Kompetensi Inti (Saka-Sakti) , orientasi pasar juga tetap menjadi acuan. Artinya sanggup berupa campuran. Pada jadinya untuk Indonesia sangat mungkin pola selektif dan pendekatan adonan ini diacu untuk diterapkan.
Beragamnya ekonomi tempat di Indonesia menjadi keunggulan tersendiri. Pemerintah sentra harus bisa membuat sinergi ekonomi antardaerah. Apa yang dipunyai tempat tertentu , setrik ekonomi , umumnya tidak dipunyai tempat lainnya sehingga pemerintah harus berperan sebagai penghubung. Pasar global ialah situasi lingkungan yang harus dibaca pemerintah sentra dengan kritis pula.
Respons atas situasi ekonomi
Arti hierarki pemerintahan hingga ke tempat bukanlah menjadi ekonomi biaya tinggi , tetapi sebagai respons atas situasi ekonomi yang berkembang. Sebagai contoh , kekurangan kedelai di tempat tertentu di Indonesia harus bisa ditutupi tempat yang surplus kedelai. Pemerintah sentra seyogianya tidak begitu saja membuka impor terlebih dahulu , tetapi mendorong kekuatan ekonomi pasar domestik dari jalinan antardaerah terlebih dahulu sehingga pertumbuhan ekonomi nasional pun menguat.
Hierarki pemerintahan ialah prosedur pengambilan keputusan atas respons pasar domestik dan global. Di sinilah letak otonomi tempat sebagai seni manajemen dalam reformasi manajemen terkait dengan tujuan ekonomi.
Selama ini , koordinasi pemerintah atas daerah-daerah lebih banyak disibukkan oleh hal-hal administratif dan amat legal-approach. Disibukkan oleh kasus- masalah korupsi yang amat menyulitkan pergerakan pengembangan kelembagaan pemerintahan atas tuntutan ekonomi domestik dan global , tempat tidak bisa meletakkan visi kemajuan dalam konteks ekonomi nasional yang kuat. Pemerintah sentra lebih menentukan status quo atas potret kelembagaan pemerintahan daerah.
Pemerintah sentra , dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri , memandang tempat harus memenuhi standar-standar birokrasinya. Sementara itu , sektor tidak kalah pula memandang tempat otonom harus mau dijadikan alat menyalurkan kepentingan proyek-proyeknya supaya tetap eksis di daerah.
Di dalam tempat sendiri elite lokal lebih memiliki tugas penting meskipun umumnya masih untuk kepentingan kelompoknya. Amat jarang ditemui bervisi kelembagaan. Paling jauh bervisi lokalitas , tidak menyentuh kepentingan nasional. Hal ini sanggup pula merupakan imbas dari sikap sentra yang kurang menguntungkan. Perilaku elite nasional sering kali gampang terbaca dengan mata telanjang , lebih mementingkan kelompok dan golongannya.
Sudah saatnya bangsa Indonesia disadarkan oleh ketertinggalannya dengan negara lain. Ketertinggalan tersebut sanggup diatasi dengan persatuan antardaerah yang mengarusutamakan kesejahteraan bangsa. Reformasi kelembagaan tempat harus didorong sekuat tenaga menyebabkan hierarki pemerintahan sebagai kendaraan memacu pergerakan ekonomi Indonesia dan harus bisa menghilangkan pemburu rente hierarki.
Pemerintah sentra dan tempat harus sinergi memanfaatkan kekuatan koneksitas kelembagaan dengan orientasi kemajuan ekonomi nasional dan daerah. Elite nasional harus menjadi contoh dan bisa menjadi susukan kepentingan ekonomi tempat , bukan kepentingan kelompok dan golongannya sehingga elite tempat bisa mengikutinya dengan baik.
Irfan Ridwan Maksum , Ketua Program Pascasarjana Ilmu Administrasi , FISIP , Universitas Indonesia; Anggota Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah Republik Indonesia
0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Agenda Otonomi Presiden Ri"