Lilis Heri Mis Cicih
Memang setrik umur mereka umumnya sudah mengalami penurunan banyak sekali kondisi tubuh. Namun , kecepatan penurunan tersebut gotong royong bisa dicegah kalau para elite politik sudah punya wawasan kelanjutusiaan sehingga sanggup melaksanakan investasi sumber daya insan dari sekarang. Jika para elite politik jeli , seharusnya sanggup memanfaatkan potensi mereka alasannya penduduk lansia cenderung semakin meningkat jumlahnya di masa depan. Tahun 2014 ini jumlahnya 20 ,793 juta dan pada 2019 bakal mencapai 25 ,901 ,9 juta. Suatu jumlah yang tidak bisa diabaikan dan sanggup dimanfaatkan untuk kesejahteraan bangsa.
Aset bangsa
Oleh alasannya itu , para bakal capres perlu mengusung atrik kelanjutusiaan sebagai aset bagi ketahanan nasional bangsa. Kenapa demikian? Sebab , ketahanan nasional bangsa bakal terwujud kalau penduduknya ialah insan berkualitas baik. Ketahanan bangsa tak semata pada kemampuan militer dan pertahanan keamanan , tetapi juga dari segi penduduknya sebagai pemain drama ketahanan nasional.
Mengapa harus lansia? Mungkin ketika ini lansia masih merupakan golongan penduduk yang terabaikan. Namun , siapa sangka bahwa penduduk lansia juga masih bisa jadi aset bangsa. Saat ini masih banyak penduduk lansia yang bekerja dan aktif beraktivitas. Dari data BPS tahun 2010 , sekitar 87 ,9 persen penduduk lansia pria dan sekitar 31 ,99 persen penduduk lansia wanita masih menjadi tulang punggung keluarga. Lebih dari setengah penduduk usia 60-69 tahun atau 53 ,4 persen dari total kelompok umur tersebut tergolong masih bekerja. Bahkan , pada usia yang lebih renta (80 tahun ke atas) sebanyak 19 ,7 persen lansia yang masih bekerja.
Pada kelompok penduduk lansia tertentu kadang mereka gres menemukan karier ketika sudah mencapai usia renta atau mencapai karier kedua di usia tua. Ini sekaligus menepis anggapan bahwa usia renta merupakan usia simpulan bagi karier seseorang. Guna mencapai kondisi ibarat ini tentu perlu upaya untuk mempertahankan kondisi badan supaya sanggup bertahan dari banyak sekali risiko kehidupan.
Apakah kondisi ibarat ini masih berlangsung di masa depan? Sebab , dilihat dari kondisi demografis , penduduk lansia cenderung mengalami peningkatan dibandingkan penduduk usia muda. Di masa depan , kalau penurunan fertilitas sudah sangat rendah , peningkatan jumlah lansia jadi suatu hal yang tak sanggup diabaikan. Hasil perhitungan ageing index terlihat meningkat dari 26 ,4 penduduk lansia per 100 penduduk usia kurang dari 15 tahun pada 2010 menjadi hampir tiga kali lipat pada 2035 , yaitu 73 ,3 persen.
Ini menawarkan kasus di masa depan bakal lebih kompleks kalau tak diantisipasi dari sekarang. Jika kondisi mereka kurang baik , kita harus bersiap menghadapi serbuan tenaga kerja absurd yang bakal mengisi kesempatan kerja di Indonesia. Kondisi ibarat ini sudah dialami Singapura yang mengalami penuaan penduduk lebih cepat daripada Indonesia. Di sana banyak lansia yang bekerja di sejumlah daerah umum ibarat cleaning service.
Sudah seyogyanya para bakal capres punya wawasan mengenai penduduk lansia sebagai suatu investasi SDM untuk pembangunan. Suatu atrik komprehensif perlu dipersiapkan semenjak dini hingga tua. Orientasi semacam ini suatu keharusan yang perlu dimiliki setiap capres demi masa depan bangsa yang sejahtera. Jika tidak dipersiapkan dari kini , negara bakal menanggung penduduk usia renta yang lebih besar dengan kualitas sumber daya insan yang rendah.
Di masa depan , kalau terjadi masa lansia , sanggup dijadikan sebagai aset bagi ketahanan nasional berbasis penduduk. Kerja sama dan harmonisasi antargenerasi dalam mengisi pembangunan merupakan suatu keharusan , bukan menganggap tentangan antara satu sama lain.
Harmonisasi tua-muda
Dari segi ekonomi , mungkin sumbangan para lansia tidak dalam bentuk uang. Sumbangan mereka sanggup diperhitungkan dalam bentuk laba ekonomi bagi keluarga anak-anaknya. Seharusnya tenaga dan waktu yang dicurahkan para lanjut usia ini sanggup diperhitungkan dari segi ekonomi dan laba yang bisa diperoleh dari suatu keluarga.
Bayangkan berapa besar penghematan yang bisa dilakukan oleh suatu keluarga dengan menitipkan anak-anaknya kepada kakek-neneknya. Penghematan dimaksud , yaitu pengeluaran untuk membayar honor pembantu atau pengasuh bayi. Selain itu , laba lain yang diperoleh para keluarga ialah adanya rasa kondusif dengan menitipkan anaknya tersebut. Sebab , terdapat beberapa kasus anak yang dititipkan kepada bukan anggota keluarga mengalami tindak kekerasan atau pelecehan.
Meski para keluarga yang menitipkan anak-anaknya kepada kakek-neneknya merasa khawatir anak-anaknya menjadi lebih manja , mereka merasa damai ada yang mengurus anak-anaknya. Kondisi ini bisa membantu konsentrasi para keluarga untuk bekerja dan meningkatkan produktivitas kerja.
Harmonisasi antara yang muda dan yang renta tetap harus dipertahankan dan perlu membuatkan warta dan pengalaman. Yang renta sudah begitu sarat dengan banyak sekali pengalaman dan kearifan kiranya bisa membuatkan dengan yang muda untuk mencapai kesuksesan hidup. Yang muda diberi pengetahuan gimana mempersiapkan menjadi penduduk lansia yang masih bisa bermanfaat bagi dirinya sendiri dan bagi orang lain. Yang muda tetap berbakti , menghormati , dan menghargai para lansia untuk bersama membangun bangsa.
* Ide goresan pena ini diambil dari disertasi penulis mengenai ”Ketahanan Penduduk Lansia dalam Perspektif Penuaan Sehat , Aktif , dan Produktif dalam mewujudkan Ketahanan Nasional Bangsa”. Demi masa depan bangsa yang lebih baik dan lebih sejahtera , mari dukung bakal capres yang pro atrik kelanjutusiaan!
Lilis Heri Mis Cicih , Peneliti di Lembaga Demografi FEUI; Kandidat Doktor Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Bunyi Politik Lansia"