Trias Kuncahyono
CERITA Boko Haram yakni dongeng kekejaman; dongeng keganasan , kisah kegarangan; dongeng kesadisan. Pendek kata , dongeng wacana tindakan yang tidak manusiawi , tindakan yang menebarkan ketakutan , horor , dan teror.
Karena Boko Haram , meminjam ungkapan sastrawan Elie Wiesel dikala melukiskan Adolf Eichmann , mantan komandan SS Nazi , yang bertanggung jawab atas pembunuhan jutaan orang Yahudi , ibarat sosok monster lukisan Pablo Picasso. Picasso (25 Oktober 1881-8 April 1973) , pelukis kondang asal Spanyol ini , melukiskan monster sebagai sosok bermata empat dan bertelinga tiga.
Kelompok milisi yang didirikan Mohammed Yusuf , 12 tahun silam di Nigeria ini , diberitakan telah mengebom banyak sekolah , gereja , dan masjid. Mereka menculik para wanita dan anak-anak; membunuh para politisi dan pemimpin agama.
April kemudian , ibarat diberitakan CNN , Boko Haram menculik lebih dari 200 anak wanita di Chibok , Nigeria timur laut. Penculikan itu berlangsung dramatis: didahului baku tembak dengan tentara , kelompok milisi itu menyeret bawah umur wanita dari daerah tidur dan digiring ke sebuah bus.
Kemarin diberitakan , dua bakir balig cukup akal putri meledakkan bom bunuh diri di pasar yang padat pengunjung di Maiduguri , Nigeria timur laut. Aksi itu menewaskan tak kurang dari 30 orang! Dengan tewasnya 30 orang itu , korban tewas Boko Haram untuk tahun ini saja , berdasarkan Amnesty International , tercatat 1.500 orang.
Boko Haram mengklaim , kedua bakir balig cukup akal putri itu yakni ”orang yang mereka kirim”.
Mengapa kedua bakir balig cukup akal putri itu nekat menjadi pelaku bom bunuh diri? Debra D Zedalis dalam bukunya Female Suicide Bombers (Juni 2004) mengutip pendapat Sheikh Ahmed Yassin , tokoh Hamas (sudah meninggal) menulis , ”Petarung pria menghadapi banyak rintangan , sementara petarung wanita lebih gampang mencapai target. Perempuan ibarat pasukan cadangan , manakala diharapkan , saya menggunakan mereka.”
Organisasi teroris menggunakan pengebom wanita sebab beberapa alasan. Pertama , laba bersiasat , untuk mempermudah mencapai sasaran tanpa dicurigai. Kedua , menambah jumlah petarung. Ketiga , meningkatkan publisitas. Keempat , efek psikologis. ”Perempuan pengebom bunuh diri yakni senjata asimetrik terakhir ,” kata Magnus Ranstorp , Direktur Center for the Study of Terrorism and Political Violence.
Bukan hanya Boko Haram yang menggunakan kaum wanita untuk menjadi pengebom bunuh diri. Para petarung Chechnya dalam menghadapi Rusia melaksanakan hal yang sama. Mereka ini yang dikenal sebagai ”Black Widows”.
Tony Halpin , dalam tulisannya di Times , menyatakan , sebutan Black Widows diambil dari pakaian yang mereka gunakan , gaun panjang warna hitam yang menutup seluruh tubuh. Biasanya di balik pakaian hitam itu diikatkan materi peledak dan kepingan peluru meriam. Mereka antara lain terlibat dalam penyerangan teater Moscow Dubrovka (2002) dan Stasiun Lubyanka , Moskwa.
Cara ibarat itu pula yang sekarang dipilih Boko Haram , tak peduli apa akibatnya. Yang penting menimbulkan efek ”demonstratif” dan ”menghancurkan”. Wah!
Trias Kuncahyono; Wartawan Senior Kompas
0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Dua Cukup Umur Putri"