Trias Kuncahyono
INILAH ironinya: Jerusalem disebut sebagai ”kota damai” , tetapi yang hidup di dalamnya yakni kebencian. Kebencian sudah beranak pinak di kota itu.
Mengapa di kota yang pernah dikaruniai begitu banyak nabi itu sampai sekarang justru menjadi sentra konflik dunia? Justru menjadi daerah kebencian , dendam , dan cita-cita saling menghancurkan hidup demikian subur? Siapa yang telah memasukkan kejahatan ke kota Jerusalem? Siapa yang meletakkan kebencian , kejahatan , dan balas dendam di tanah Palestina , sebentang tanah yang disebut-sebut mengalirkan susu dan madu?
Lihatlah , apa yang terjadi sesudah tiga berilmu balig cukup akal Israel usia belasan tahun dikabarkan hilang dan ditemukan tewas di Tepi Barat pada Juni lalu. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memerintahkan untuk melaksanakan ”aksi balas dendam”.
Setelah perintah itu keluar , dilancarkan operasi militer yang diberi nama sandi Operation Protective Edge di Jalur Gaza. Perang berkobar selama berpekan-pekan. Hasilnya? Hampir 2.000 orang Palestina , termasuk 1.407 penduduk sipil—448 orang di antaranya anak-anak—tewas! Israel hanya kehilangan 3 warga sipil dan 64 tentara.
Sebelumnya , saat pecah Perang Gaza simpulan 2008 sampai awal 2009 , yang oleh Israel disebut Operation Cast Lead , sebagai jawaban penembakan rudal oleh Hamas ke wilayah Israel , 1.400 orang Palestina tewas. Adapun Israel hanya kehilangan empat orang. Dari 1.400 orang Palestina yang tewas itu , 345 orang yakni belum dewasa (The Christian Science Monitor , Juli 2014).
Masih soal korban tewas. Dari tahun 2000 sampai 2007—termasuk selama berkobar Intifada Kedua , 26 September 2000 sampai 8 Februari 2005—tercatat 4.228 orang Palestina tewas dan Israel kehilangan 1.024 orang. Dari jumlah korban sebanyak itu , baik Israel maupun Palestina , 971 orang di antara mereka yakni anak-anak. Dari 971 belum dewasa korban perang , 854 orang yakni belum dewasa Palestina.
Lalu , apa yang ingin dikatakan dengan kenyataan menyerupai itu? Apalagi , sekarang berkobar lagi kekerasan dan kekejaman di Jerusalem. Dua orang Palestina bersenjata menyerang sebuah sinagoga di Jerusalem timur , menewaskan empat orang Israel , termasuk tiga rabi. Jawaban Israel? Netanyahu memerintahkan pembalasan , antara lain menghancurkan rumah orang-orang Palestina yang dicuriga , didakwa , sebagai pelaku.
Benar bahwa Israel dan Palestina sudah terjerat dalam bundar kebencian dan keputusasaan. Dalam kondisi menyerupai itu , peluang untuk terciptanya perdamaian yang permanen sepertinya semakin tidak mungkin.
Perang memang sudah menjadi bab dari sejarah umat manusia. Sepertinya sulit untuk memutus mata rantai peperangan itu. Padahal , semua tahu bahwa perang yakni suatu pembunuhan dan hasil yang dibuahkan yakni kerusakan dan kebencian. Karena itu , perang tidak bakal bisa menghasilkan solusi bagi pemecahan konflik , bahkan cenderung memperluas.
Namun , ”Bagaimana mungkin ada perdamaian jika tidak ada keadilan ,” demikian pernah dikatakan oleh Yesaya atau Ysya’yahu atau Asya’yaa , seorang nabi yang hidup pada era ke-8 sebelum Masehi.
Trias Kuncahyono; Wartawan Senior Kompas
0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Bulat Kebencian"