Salahuddin Wahid
Penyair Inggris , James Henry Leigh Hunt (1784-1859) , menulis puisi tentang seorang sufi: Abou Ben Adhem. Suatu malam Abou Ben Adhem terbangun dari suatu mimpi indah. Ia melihat bulan purnama di kamarnya , yang kemilau menyerupai lili yang mekar , dan seorang malaikat menulis di dalam kitab emas. Kedamaian jiwa membuat Abou berani bertanya kepada sosok yang ada di kamarnya , ”Apa yang sedang Anda tulis?”
Sosok yang jelas itu mengangkat kepalanya dan dengan wajah bagus ia menjawab , ”Nama-nama orang yang menyayangi Tuhan.” ”Adakah namaku di situ?” tanya Abou. ”Tidak ada ,” jawab sang malaikat. Abou berkata dengan ceria , tetapi dengan bunyi lebih rendah , ”Kalau begitu , mohon semoga namaku ditulis sebagai orang yang menyayangi sesama manusia.”
Malaikat menulis dan kemudian menghilang. Pada malam berikutnya , malaikat itu tiba kembali dengan cahaya yang menyilaukan dan menunjukkan nama-nama yang diberkati cinta Tuhan. Amboi , nama Abou tertera di atas semua nama.
Abou Ben Adhem lebih dikenal dengan nama Ibrahim bin Adham. Pada 1923 di Mississippi , AS , didirikan auditorium untuk menghormati Abou Ben Adhem. Itu menunjukkan bahwa Abou dihormati di dunia Barat. Sama dengan Jalaluddin Rumi yang lebih populer , Abou Ben Adhem memberikan pesan bahwa kita tidak bisa menyayangi Tuhan tanpa menyayangi manusia.
Tuhan berkata kepada salah seorang hamba-Nya , ”Aku lapar , tetapi kau tidak mau memberi makan kepada-Ku.” Tuhan berkata kepada yang lain , ”Aku haus , tetapi kau tidak memberi-Ku minum.” Tuhan berkata kepada yang lain , ”Aku sakit , tetapi kau tidak menjenguk-Ku.” Tentu hamba-hamba-Nya itu menyangkal. Tuhan menjawab , ”Sesungguhnya ketika si Fulan lapar , jikalau kau memberi beliau makan , kau bakal menemukan Aku bersamanya. Saat si Fulan sakit , kalau kau menjenguknya , kau bakal menemukan Aku bersamanya. Saat si Fulan haus , jikalau kau memberinya minum , maka kau bakal menemukan Aku bersamanya” (Surat Al-Ma’un).
Banyak ayat Al Alquran dan hadis yang memberi pesan senapas dengan pesan dongeng Abou Ben Adhem di atas. Surah Al-Ma’un menegaskan bahwa ibadah shalat kita tidak bermakna setrik utuh kalau kita tak memperhatikan kaum miskin dan anak yatim.
Menurut Farid Essack , pelopor Muslim penentang politik apartheid Afrika Selatan , konsepsi tauhid dan takwa segimana dipesankan oleh Al Alquran tidak mengacu pada kesalehan personal , tetapi kesalehan sosial yang impersonal. Konsepsi takwa dan tauhid selalu dikaitkan dengan kesalehan sosial. Kini tugas transformatif Islam itu hampir tidak terasa di negara mana pun.
Khotbah haji wada’ Rasulullah penuh dengan pesan untuk menghargai manusia. Ajaran Islam pada awalnya menghormati hak asasi insan dan itu ditunjukkan setrik konkret oleh Rasulullah dan para sahabat. Khalifah Abu Bakar memberi hukuman kepada mereka yang tidak mau membayar zakat. Khalifah Umar selalu berkeliling dalam penyamaran untuk mencari rakyatnya yang hidup dalam kemiskinan untuk kemudian dibantunya.
Kritik Muhammad Abduh
Sekembali dari lawatan ke Eropa pada awal kurun ke-20 , Syekh Muhammad Abduh mendapatkan pertanyaan: apa kesan yang timbul dalam dirinya? Jawabannya: di Eropa beliau tidak melihat orang Islam , tetapi beliau melihat adat Islam di dalam kehidupan masyarakat , di Mesir beliau melihat banyak orang Islam , tetapi tidak melihat adat Islam di dalam kehidupan masyarakat. Kini seabad telah berlalu , kondisi masyarakat di negara-negara yang penduduknya lebih banyak didominasi beragama Islam tak jauh beranjak dari kritik Syekh Muhammad Abduh itu.
Penelitian Scheherazade S Rehman dan Hossein Askari (George Washington University) menegaskan pernyataan Syekh Muhammad Abduh itu. Mereka membuat uraian dan metodologi dari pengukuran empat indeks yang menghasilkan Indeks Keislaman , yaitu Indeks Keislaman Ekonomi , Indeks Keislaman Hukum dan Pemerintahan , Indeks Keislaman Hak Asasi Politik , dan Indeks Hubungan Internasional.
Dari 208 negara yang diteliti , Indonesia menempati urutan ke-140. Negeri Islam tertinggi yaitu Malaysia (ke-38). Negara-negara berpenduduk lebih banyak didominasi Islam memiliki indeks persepsi korupsi yang rendah.
Indonesia punya banyak tokoh yang menampilkan Islam sebagai agama yang mendorong kemajuan. Mulai dari Tjokroaminoto , Hasyim Asy’ari , Ahmad Dahlan , Agus Salim , Bung Karno , Bung Hatta , Natsir , Wahid Hasyim , hingga Ahmad Siddiq , Baiquni , Habibie , Cak Nur , Gus Dur , dan banyak lagi lainnya. Memang kita telah mengalami banyak kemajuan , tetapi amanah para pendiri bangsa di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 , terutama keadilan sosial dan ikhtiar mencerdaskan kehidupan bangsa yang sesuai dengan perintah aliran Islam , belum bisa kita wujudkan.
Setrik ritual , kehidupan Islam di Indonesia selama 30-40 tahun terakhir berkembang pesat. Jumlah Muslim yang shalat meningkat , juga yang berhaji. Banyak sekali Muslimah berjilbab yang maju dalam karier. Kalangan santri banyak menjadi ilmuwan mumpuni dalam banyak sekali bidang ilmu , termasuk sains dan teknologi. Tentu kita mensyukuri perkembangan positif itu. Namun , kita pun perlu menyadari bahwa kesalehan sosial dan kesalehan profesional umat Islam tidak berbanding lurus dengan kesalehan ritualnya.
Mencintai sesama berarti menghargai kehidupan mereka , baik setrik fisik maupun batin. Menurut Undang-Undang Dasar , negara menjamin hak dasar rakyat , tetapi kita paham bahwa kemampuan pemerintah terbatas. Hak untuk menerima pelayanan kesehatan sudah dimulai pada 2014 , yang tentu masih memerlukan banyak perbaikan. Penderita kekurangan gizi masih tinggi , sekitar 36% dari jumlah penduduk.
Zakat dan pajak
Islam mewajibkan zakat antara lain sebagai trik untuk membantu kaum miskin. Dalam sepuluh tahun terakhir , pengumpulan dana zakat , infak , dan sedekah (ZIS) jumlahnya meningkat sekitar delapan kali. Jumlahnya sekitar Rp 5 triliun. Dibanding potensi yang ada , angka itu masih rendah. Saya memperkirakan potensi itu dari pendapatan domestik bruto (PDB) sebesar Rp 10.000 triliun , dikalikan rasio 20% kemudian dikalikan beban zakat 2 ,5% , sama dengan Rp 50 triliun. Berarti , ZIS yang terkumpul gres 10% dari potensi.
Untuk memenuhi kebutuhan dana pemerintah (APBN) guna memenuhi hak dasar rakyat yang dijamin Undang-Undang Dasar , menyerupai pendidikan , pelayanan kesehatan , dan membantu penderita kekurangan gizi , penerimaan pemerintah berasal dari pajak , cukai , dan royalti sumber daya alam. Selama 10 tahun terakhir jumlah penerimaan pemerintah meningkat sekitar tiga kali , dan masih bisa ditingkatkan sebab rasio pajak kita masih sekitar 12% dari PDB.
Sebagai perbandingan , pada 2012 , PDB Belanda sekitar 837 miliar dollar AS dan PDB Indonesia sekitar 847 miliar dollar AS. Dengan PDB yang hampir sama itu , ternyata penerimaan APBN Belanda jauh di atas Indonesia: 381 miliar dollar AS berbanding 134 miliar dollar AS. Belanda dengan luas sekitar seluas Jawa Timur dan penduduk sekitar 17 juta bisa menghasilkan penerimaan pemerintah hampir tiga kali lipat dibandingkan Indonesia yang begitu luas dan kaya bakal sumber daya alam.
Kesimpulannya , kesadaran membayar pajak dengan benar belum tertanam pada diri insan Indonesia. Kesadaran membayar zakat dalam diri Muslimin Indonesia juga belum menyerupai seharusnya. Membayar zakat tidak bakal membuat Muslim berkurang kekayaannya , bahkan bertambah. Pengalaman banyak orang bisa menjadi teladan.
Salahuddin Wahid; Pengasuh Pesantren Tebuireng
0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Cinta Pada Sesama"