LAPORAN DISKUSI
INDONESIA DALAM PERUBAHAN POLITIK DAN EKONOMI DI ASEAN
Tim Kompas
PUKULAN terberat yang dialami beberapa negara ASEAN ialah ketika krisis ekonomi 1998. Indonesia dan Thailand terkena imbas cukup parah.
Sesuatu yang menarik di balik krisis ini ialah mempertanyakan keberadaan dan tugas ASEAN pada ketika itu. Pertanyaan ini makin konkret ketika 2015 negara-negara Asia Tenggara itu memasuki Masyarakat Ekonomi ASEAN.
ASEAN bolos ketika krisis keuangan 1998 , tak banyak bertindak ketika beberapa anggotanya kesulitan. Kecemasan ihwal tidak adanya kepedulian dalam masalah setiap negara ASEAN kembali menguat ketika para pemimpinnya lebih banyak membahas masalah integrasi perdagangan dan politik.
Masyarakat ASEAN yang saling peduli tampaknya masih jauh dari keinginan melihat kenyataan beragamnya dilema , ibarat masalah kesejahteraan dan prinsip tidak saling mencampuri urusan dalam negeri.
Salah satu somasi dilema ini ialah minimnya pelibatan masyarakat sipil dalam pembuatan janji di ASEAN sehingga kepedulian pun rendah. Dalam ASEAN Charter yang direstrukturisasi dan diratifikasi pada 2008 terdapat tiga komunitas di dalam ASEAN , yaitu Masyarakat Ekonomi ASEAN , Masyarakat Politik dan Keamanan ASEAN , serta Masyarakat Sosiokultural ASEAN.
Minim keterlibatan sipil
Salah satu kritik terkait dengan aneka macam janji itu ialah minimnya keterlibatan masyarakat sipil dalam pembahasan. Padahal , upaya meningkatkan keterlibatan masyarakat sipil ini sudah usang diupayakan. Misalnya , ketika krisis keuangan pada 1997 , ada pembahasan ilham ihwal ASEAN yang berorientasi kepada warganya.
Dalam Vientiane Action Program (2004) , para pemimpin ASEAN juga menyetujui partisipasi aktif keluarga , masyarakat sipil , dan swasta dalam menangani masalah kemiskinan serta kesejahteraan sosial.
Keinginan pelibatan masyarakat sipil juga tampak besar lengan berkuasa melalui ASEAN People’s Assembly dan ASEAN Civil Society Conference. Dalam kenyataannya , pihak yang boleh berpartisipasi dan bahan pembitrikan masih dibatasi aneka macam hukum yang pada pada dasarnya berpatok pada prinsip tidak mencampuri urusan dalam negeri masing-masing.
Committee of Permanent Representatives bakal memilih masyarakat sipil yang sanggup tiba di dalam beberapa lembaga sehingga tidak ada bunyi yang berseberangan. Cara berpartisipasi pun dibatasi , yaitu hanya dengan bentuk tertulis.
Isu-isu yang sanggup masuk antara lain pengurangan kemiskinan , pembangunan pedesaan , dan buruh migran. Isu penghilangan pelopor lingkungan dan juga pengusiran warga dalam kasus tanah dianggap informasi sensitif.
Sebenarnya ASEAN telah membuat sejumlah janji terkait dengan kepentingan masyarakat sipil , ibarat pembentukan komisi antar-pemerintah ihwal hak asasi insan , komisi sumbangan hak wanita dan anak , serta komisi promosi dan perlindungan buruh migran. Meski demikian , janji itu dikritik lantaran pelibatan masyarakat sipil sangat minim.
Dalam implementasinya , janji tersebut banyak mengalami kebuntuan , khususnya di komisi promosi dan perlindungan buruh migran. Meski telah ditandatangani tujuh tahun kemudian , janji itu tak dilaksanakan lantaran perbedaan kepentingan antara negara pengirim dan peserta buruh migran.
Perbedaan kehidupan bernegara anggota ASEAN menjadi dilema mendasar. Sebagian besar anggota ASEAN bukan negara demokratis sehingga cenderung menutup partisipasi lebih besar masyarakat sipil. Itu sebabnya elite ASEAN lebih banyak membahas perdagangan daripada menangani masalah masyarakat sipil.
Membangun jembatan
Ke depan , ASEAN perlu membuka peluang lebih lebar bagi masyarakat sipil untuk terlibat dan berdiskusi mengenai masalah mereka. ASEAN juga perlu melibatkan masyarakat sipil dan meningkatkan jaringan dalam menangani sejumlah masalah. Apabila tidak dilakukan , bakal ada jurang lebar antara mimpi dan retorika ASEAN dengan pelaksanaannya.
Masyarakat sipil juga tidak perlu bergantung sepenuhnya pada negosiasi yang dilakukan para elite ASEAN. Sangat mungkin elite tidak memahami masalah masyarakatnya.
Upaya yang sanggup dilakukan ialah bukan menuntaskan masalah itu dalam kerangka kelembagaan , melainkan memfasilitasi masyarakat di dalam ASEAN untuk berbitrik satu sama lain mengenai trik-trik yang sanggup mereka lakukan , termasuk kemungkinan melaksanakan koreksi jikalau ada masalah yang muncul di antara mereka.
Pendekatan ibarat ini kemungkinan sanggup menuntaskan sejumlah dilema sehingga masyarakat sipil ASEAN ikut peduli terhadap masalah di antara mereka. Ketika Masyarakat Ekonomi ASEAN dibuka selesai 2015 , contohnya , kemungkinan bakal muncul banyak masalah. Peran masyarakat sipil melalui forum-forum tidak resmi sanggup menjadi kunci mengurai masalah-masalah tersebut.
0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Memperkuat Masyarakat Asean"