Latest News

Kumpulan Opini Kompas: Menimbang Partai Islam

Salahuddin Wahid

SEPERTI dugaan banyak orang , partai (berbasis massa) Islam tidak ada yang menjadi pemuncak hasil Pemilu 2014 , tetapi hasil perolehan bunyi mereka mengejutkan. Bertentangan dengan hasil survei yang menyatakan rendahnya perolehan bunyi mereka , yang terjadi justru pelonjakan bunyi tajam pada PKB. PPP dan PAN naik sedikit , PKS walau diterpa angin kencang hanya turun sedikit. Hanya PBB yang suaranya di bawah ambang batas: 3 ,5%.

Pada Pemilu 1955 , dua partai Islam menjadi pemenang kedua dan ketiga. Jumlah perolehan bunyi partai Islam sedikit di atas 43% dari jumlah pemilih. Angka ini menurun pada pemilu-pemilu masa Orde Baru. Pada Pemilu 1999 , angka itu menjadi 37 ,4% , Pemilu 2004 menjadi 38 ,4% , dan Pemilu 2009 angka ini menjadi 29 ,3%. Kini , meningkat menjadi sekitar 32% berdasarkan hasil hitung cepat.

Dari 12 partai penerima Pemilu 2014 , yang dianggap sebagai partai Islam yakni PPP , PKS , dan PBB. Partai berbasis massa Islam ialah PKB dan PAN. PPP dan PKB sanggup dianggap sebagai lanjutan dari Partai NU. PAN , PKS , dan PBB sanggup dianggap sebagai lanjutan dari Partai Masyumi.

Dinamika Pancasila dan Islam

Pemilu 1955 membuat konfigurasi kelompok partai berdasarkan aliran: Islam , komunis , sosialis , Pancasila. Pasca 1965 , partai beraliran komunis dan sosialis sudah tidak ada. Muncul kelompok politik gres , yaitu Golongan Karya , yang bekerja sama dengan ABRI. Partai lain ialah PDI (fusi PNI dengan Parkindo , Murba , Partai Kristen , dan IPKI) serta PPP (fusi NU dengan Parmusi , PSII , dan Perti). Saat itu PPP , termasuk NU , masih menginginkan Islam sebagai dasar negara , bukan Pancasila.

Pada 1973 , diajukan RUU Perkawinan yang ditolak oleh PPP dan ormas-ormas Islam alasannya yakni sejumlah ayat dalam RUU itu bertentangan dengan syariat Islam. Perdebatan di dewan perwakilan rakyat menjadi ramai alasannya yakni massa sejumlah ormas Islam menyerbu ruang Sidang Paripurna DPR. Pak Harto kemudian menyetujui harapan ulama-ulama yang menghendaki Pasal 1 dari UU itu menentukan bahwa perkawinan yakni sah kalau dilakukan sesuai dengan aturan agama yang dipeluk. UU itu yakni UU pertama yang mengatakan ruang bagi masuknya ketentuan syariat Islam yang partikular.

Pada final 1984 , Muktamar NU di Situbondo mendapatkan asas Pancasila dan menyatakan bahwa NKRI berdasarkan Pancasila yakni bentuk final dari negara yang diperjuangkannya. PPP dan ormas-ormas Islam lain (kecuali HMI MPO)  mengikuti langkah NU: mendapatkan asas Pancasila. Perubahan perilaku ormas dan orpol Islam terhadap Pancasila itu mengatakan dampak berupa perubahan perilaku yang besar dalam memandang partai Islam dan partai Pancasila. Sikap politik warga NU dan ormas Islam lain mencair.

Dalam sistem politik Turki yang 97% penduduknya Muslim , pengertian sekuler lebih ketat dibandingkan di Indonesia. Di sana , dalam Undang-Undang Dasar mereka setrik tegas dinyatakan bahwa Turki yakni negara sekuler. Di sana tidak diatur dalam UU bahwa perkawinan atau kesepakatan nikah hanya sah kalau dilakukan sesuai aturan Islam. Semestinya kesepakatan nikah bisa dilakukan di kantor catatan sipil , tetapi sebagian besar tetap menikah setrik Islam. Pada 1997 , Partai Kesejahteraan di bawah Erbakan dihentikan oleh militer alasannya yakni membawa simbol dan semboyan (jargon) Islam. Saat itu Muslimah tidak boleh ke kantor atau kuliah dengan menggunakan jilbab.

Erdogan , melalui Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) , kemudian tidak lagi membawa simbol dan semboyan Islam. Tema yang mereka usung yakni tema- tema masyarakat luas , menyerupai keadilan , kesejahteraan , HAM , dan demokratisasi. Rekam jejak hasil perolehan bunyi AKP amat menakjubkan. Pada Pemilu 2002 , AKP meraih 34 ,3% suara. Pada Pemilu 2007 , meraih 46 ,6% suara.

Di kita , dalam kaitan kebijakan ekonomi yang ditawarkan partai-partai penerima pemilu , yang paling lengkap dan paling banyak diketahui masyarakat gres Partai Gerindra. Mereka memasang iklan satu halaman penuh di banyak koran , termasuk koran tempat , juga di televisi. Partai-partai lain , termasuk partai Islam dan yang berbasis massa Islam , tidak ada yang memasang iklan menyerupai itu.

Tidak ada partai Islam ataupun berbasis massa Islam yang coba mengetengahkan konsep ekonomi Islam yang berdasarkan saya amat sesuai dengan konsep ekonomi konstitusi. Kalau partai-partai Islam memperlihatkan setrik luas dan intensif konsep ekonomi Islam , yang pada dasarnya yakni pemenuhan hak-hak ekonomi-sosial-budaya , mewujudkan keadilan sosial , dan  pemerataan kesejahteraan , pasti mereka bakal lebih banyak dipilih oleh masyarakat.

Perlu tokoh

Terkait fenomena PKB , tidak bisa lepas dari kehadiran sejumlah tokoh yang ikut mengampanyekan PKB. Selain alasannya yakni masyarakat NU tahu bahwa PKB didirikan Gus Dur , juga alasannya yakni sosok Rhoma Irama dan  Mahfud MD yang aktif berkampanye serta gencarnya iklan shalawat. Selain itu , KH Hasyim Muzadi yang aktif turun ke banyak sekali basis umat NU untuk mengajak mereka menentukan PKB dan kembalinya tokoh menyerupai Gus Yusuf Khudlory menjadi fungsionaris PKB memperlihatkan perlunya tokoh dalam suatu partai , menyerupai PKB.

Beberapa partai juga berkembang dengan mengandalkan ketokohan seseorang , menyerupai Demokrat (SBY) dan Gerindra (Prabowo). PDI-P bisa tetap mencorong alasannya yakni mengusung  nama Bung Karno dan kepemimpinan Megawati. Partai Golkar punya  jaringan besar lengan berkuasa sehingga tidak bergantung kepada tokoh.

PKS yakni partai yang organisasinya berjalan dengan baik. Kaderisasinya juga. Namun , untuk bisa berkembang , PKS perlu lebih luwes dan mendekat ke tokoh dan ulama NU ataupun Muhammadiyah. PKS memang tak mengandalkan tokoh , tetapi sekarang punya ”presiden” yang masih muda dan cukup banyak pengalaman. Dialah yang bisa memulihkan rasa pede yang goyah dikala pimpinan PKS sebelumnya terkena kasus.

Akan lebih baik kalau jumlah partai , termasuk partai Islam , dikurangi pada pemilu mendatang. Itu dilakukan dengan menaikkan ambang batas minimal perolehan suara. Kalau ambang batas perolehan bunyi dinaikkan dari 3 ,5% ke 5% , partai-partai yang ada masih bakal tetap bertahan. Kalau dinaikkan lagi menjadi 7 ,5% , mungkin tinggal dua partai (berbasis massa) Islam yang masih bertahan.

Karena itu , harus mulai dipikirkan kemungkinan penggabungan setrik sukarela daripada hilang dari peredaran. Kalau pada pemilu mendatang partai-partai Islam dan yang berbasis massa Islam tidak melaksanakan atrik yang diusulkan di atas (menawarkan kebijakan ekonomi setrik terbuka dan meluas) , amat mungkin terjadi perolehan bunyi mereka bakal mandek , bahkan menurun. Kecuali ada tokoh Islam yang punya efek besar lengan berkuasa menjadi pemimpin atau ikonnya.

Salahuddin Wahid , Pengasuh Pesantren Tebuireng

0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Menimbang Partai Islam"

Total Pageviews