Latest News

Kumpulan Opini Kompas: Susun Seni Administrasi Untuk Pemilihan Presiden

James Luhulima

PEMILIHAN umum legislatif telah berlangsung setrik serentak , Rabu (9/4) lalu. Komisi Pemilihan Umum bakal menghitung perolehan bunyi setiap partai politik penerima pemilu , dan diharapkan jadinya bakal diumumkan pada 5 atau 6 Mei mendatang.

Namun , dari hasil hitung cepat Kompas , disebutkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan berada di urutan teratas dengan raihan bunyi 19 ,24 persen , diikuti Golkar di urutan kedua dengan 15 ,01 persen , Gerindra di urutan ketiga (11 ,77 persen) , Demokrat di urutan keempat (9 ,43 persen) , dan PKB di urutan kelima (9 ,12 persen).

Walaupun PDI-P berada di urutan teratas , raihan suaranya tidak sebesar yang diperkirakan survei Kompas pada Januari lalu. Menurut hasil survei Kompas itu , PDI-P bakal meraih bunyi 21 ,8 persen. Itu sebelum Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo , yang dekat disapa Jokowi , dicalonkan PDI-P sebagai presiden. Sama menyerupai PDI-P , survei Kompas menempatkan Golkar di daerah kedua dengan raihan bunyi 16 ,5 persen. Adapun Gerindra berada di urutan ketiga dengan 11 ,5 persen suara. Hampir sama dengan hasil hitung cepat Kompas , hanya terpaut sekitar 0 ,2 persen.

Adapun Demokrat berada di urutan keempat dengan raihan 6 ,9 persen. Angka ini 2 ,53 persen lebih rendah dari capaian Demokrat dalam hitung cepat Kompas. Kejutan terjadi di urutan kelima. Survei Kompas menempatkan Nasdem di urutan kelima dengan 6 ,9 persen. Kenyataannya , Nasdem memang memperoleh 6 ,71 persen. Namun , dengan angka itu , Nasdem berada di urutan kedelapan. Dan , urutan kelima ditempati PKB dengan 9 ,12 persen.

Kelihatannya dalam hari-hari mendatang , duduk perkara perihal siapa bakal berkoalisi dengan siapa bakal ramai diperdebatkan. Mengingat tidak ada satu pun partai politik yang meraih bunyi di atas 25 persen , angka dibutuhkan untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Berpengaruh atau tidak

Melihat hasil yang diperoleh PDI-P dalam hitung cepat Kompas , banyak yang mempertanyakan , apakah ada efek dari dicalonkannya Jokowi sebelum pemilu legislatif dilaksanakan? Sangat sulit menjawab pertanyaan itu. Ini alasannya yakni pihak yang menyampaikan ada pengaruhnya sanggup saja menyampaikan , tanpa Jokowi perolehan PDI-P bakal lebih rendah lagi. Hal itu mengingat , dalam Pemilu Legislatif 2009 , perolehan bunyi PDI-P hanya 14 ,03 persen.

Sementara pihak yang menyampaikan tidak ada pengaruhnya sanggup beralasan , bekerjsama pada 2009 , perolehan PDI-P sekitar 19 ,22 persen. Kecurangan yang dilakukan dalam Pemilu Legislatif 2009-lah yang membuat perolehan bunyi PDI-P hanya 14 ,03 persen.

Perdebatan kedua pihak sanggup panjang dan menghabiskan energi , dan tetap tidak bakal sanggup ditemukan jawabannya , yakni ada pengaruhnya atau tidak. Daripada menghabiskan energi yang tidak perlu , lebih baik PDI-P berpikir keras bakal berkoalisi dengan siapa. Dan , segera menyusun taktik untuk menghadapi pemilihan presiden (pilpres) pada 9 Juli mendatang. Demikian pula dengan partai-partai lain , khususnya tiga parpol yang berada urutan teratas.

Perhitungkan matang-matang

Ketiga partai yang berada di urutan teratas perlu melihat kembali ke Pilpres 2004 , dikala presiden terpilih justru tiba dari Partai Demokrat yang berada di urutan kelima dengan hanya meraih bunyi 7 ,45 persen. Pilpres 2004 memperlihatkan tidak adanya keterkaitan antara partai yang memperoleh bunyi dominan dan calon presiden yang diajukannya.

PDI-P yang dalam Pemilu Legislatif 2004 berada di urutan kedua dengan 18 ,53 persen tidak berhasil memenangkan Megawati sebagai presiden. Bahkan , calon presiden yang diajukan Golkar , yang dalam pemilu legislatif menempati urutan teratas dengan raihan bunyi 21 ,58 persen , tidak lolos ke putaran kedua.

Keadaan yang hampir sama juga terjadi dalam Pilpres 2009. Memang dalam pemilu legislatif tahun 2009 , Partai Demokrat memperoleh bunyi 20 ,85 persen , tetapi itu tidak ada kaitannya dengan terpilihnya kembali Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden.

Dengan partai yang hanya memperoleh bunyi 7 ,45 persen , Susilo Bambang Yudhoyono sanggup terpilih sebagai presiden , apalagi ia maju kembali sebagai petahana.

Dalam Pemilu Legislatif 2009 , Golkar berada di urutan kedua dengan raihan bunyi 14 ,45 persen , diikuti PDI-P di urutan ketiga dengan 14 ,03 persen. Namun , dalam pemilihan presiden tahun 2009 , Jusuf Kalla-Wiranto hanya meraih 12 ,41 persen bunyi , kalah dari Megawati-Prabowo yang meraih 26 ,79 persen. Adapun Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono meraih 60 ,80 persen.

Melihat kecenderungan menyerupai itu , tidak ada pilihan lain bagi partai yang masuk lima besar , untuk memperhitungkan opsi yang mungkin dimainkannya. Kompromi dibutuhkan mengingat tidak satu pun partai politik yang meraih bunyi di atas 20 persen. Untuk memperoleh citra perihal yang memiliki peluang paling besar untuk menjadi presiden untuk periode 2014-2019 , tidak ada salahnya jikalau kita melirik hasil survei Kompas perihal sosok presiden pilihan publik yang diadakan tahun 2014. Tempat teratas diduduki Jokowi (43 ,5 persen) , diikuti Prabowo di urutan kedua (11 ,2 persen). Aburizal Bakrie berada di daerah ketiga dengan 9 ,2 persen dan Wiranto di daerah keempat dengan 6 ,3 persen.

Adalah penting untuk memilih pasangan yang paling cocok untuk dipilih sebagai presiden dan wakil presiden. Sepopuler apa pun calon yang diajukan sebagai presiden , sanggup menjadi tidak berarti jikalau calon itu dipasangkan dengan orang yang salah.

James Luhulima , Wartawan Senior Kompas

0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Susun Seni Administrasi Untuk Pemilihan Presiden"

Total Pageviews