Latest News

Kumpulan Opini Kompas: Prospek Poros Keempat

Eep Saefulloh Fatah

SUKSES itu banyak orangtuanya. Gagal itu yatim piatu. Biasanya , peribahasa inilah yang memandu penggabungan kekuatan antarpartai politik. Artinya , partai-partai bakal cenderung terserap oleh daya magnet elektoral paling besar lengan berkuasa dan menggabungkan diri dengan sang calon pemenang. Sebaliknya , sang underdog yang diperkirakan kalah bakal cenderung kesepian. Pada Pemilu Presiden (Pilpres) 2004 , para politisi dan partai politik tampak kesulitan saling takar kekuatan. Potensi sukses dan gagal juga sulit didefinisikan. Kepercayaan terhadap kesaktian survei juga masih rendah.

Koalisi pengusungan pasangan presiden dan wakil presiden pun memencar. Terlebih-lebih pada ketika itu berlaku ”aturan peralihan” yang hanya mencantumkan angka 3 ,5 persen dingklik legislatif atau 5 persen bunyi nasional partai sebagai syarat kelayakan pencalonan. Maka , lima pasangan kandidat pun ikut berlaga.

Pilpres 2009 ditandai suasana berbeda. Susilo Bambang Yudhoyono , sebagai presiden petahana ada di atas angin , diramalkan bakal memenangi kontestasi. Walhasil , kolam terserap magnet berdaya besar , partai-partai mengumpul di sekitar Partai Demokrat dan Yudhoyono-Boediono yang kemudian memang terbukti berhasil memenangi pilpres dalam satu putaran.

Berhulu pada hasil Pemilu Legislatif (Pileg) 9 April kemudian , peta koalisi partai semacam itu apakah juga yang bakal bermuara pada pilpres nanti? Sambil menunggu Komisi Pemilihan Umum (KPU) menuntaskan perhitungan , sejumlah dugaan awal dapat diajukan.

Daya tolak partai

Berdasarkan hasil hitung cepat yang dilakukan Kompas dan forum lainnya , Pemilu 2014 menghasilkan kekuatan partai politik yang menyebar , tidak mengumpul. Sebegitu menyebarnya sehingga postur partai-partai hanya tersisa ke dalam dua kategori saja: partai sedang dan partai kecil.

Partai sedang yaitu partai yang mendulang 10-20 persen pemilih , sementara partai kecil yaitu yang menggaet bunyi di bawah itu. Dengan menimbang ambang batas kekeliruan hitung cepat (sekitar plus minus 1 persen) , ada tiga partai yang terkategorikan partai sedang , yaitu PDI-P , Partai Golkar , dan Partai Gerindra. Adapun Partai Demokrat dan PKB berada di garis perbatasan. Selebihnya yaitu partai kecil , yakni PAN , PKS , PPP , Partai Nasdem , dan Partai Hanura.

Tanpa kecuali , semua partai mendapat pertolongan yang tidak mengecewakan jauh di bawah sasaran yang mereka patok. Apa yang terjadi? Mengapa sesudah mengusung kandidat presiden yang memiliki elektabilitas meyakinkan—terutama PDI-P dengan Joko Widodo alias Jokowi dan Gerindra dengan Prabowo Subianto— partai-partai tersebut gagal mendulang bunyi besar?

Dugaan saya , ada dua klarifikasi yang dapat dipakai. Pertama , otonomi relatif pemilih. Kandidat presiden , sekuat apa pun ia tidak dapat menjadi alat mobilisasi pemilih yang efektif ke partai yang mengusung sang kandidat itu. Pemilih punya preferensi pilihan pada tokoh (untuk pilpres) dan partai (dalam pileg) yang dapat saja berbeda. Baik calon pemilih Jokowi maupun Prabowo dengan santai mereka dapat menentukan partai selain PDI-P ataupun Gerindra.

Dalam bentuknya yang berbeda , Pilpres 2004 sudah mengambarkan itu. Dalam putaran kedua Pilpres 2004 , koalisi besar Megawati-Hasyim Muzadi gagal menaklukkan Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla yang diusung koalisi partai jauh lebih kecil.

Kedua , daya tarik kandidat versus daya tolak partai. Berdasarkan sejumlah survei , baik Jokowi maupun Prabowo , memiliki potensi elektabilitas yang nyaris dua kali lipat perolehan bunyi partai yang mengusung mereka.

Sebagian calon pemilih Jokowi (yang memiliki elektabilitas sekitar 40 persen) tak menentukan PDI-P. Hampir sebagian calon pemilih Prabowo (yang memiliki elektabilitas sekitar 20 persen) tak menentukan Gerindra. Artinya , daya tarik kandidat ternyata mesti laga dengan daya tolak partai.

Gejala yang bahwasanya masuk akal ini semestinya jadi pembelajaran untuk pilpres. Jika partai mengabaikan fakta daya tolak partai itu dan tak berusaha membersihkan sang kandidat dari unsur-unsur pembentuk daya tolak itu , sang kandidat dapat terancam gagal.

Maka , penelusuran soal unsur-unsur pembentuk daya tolak partai selayaknya menjadi belahan penting penyusunan taktik pemenangan pilpres. Dan sejarah mengajarkan bahwa surplus percaya diri berlebihan dan pendekatan pemenangan yang pongah tinggi hati bakal mengantar siapa pun ke kekalahan belaka.

Berbasis penyebaran bunyi partai yang sudah terpeta boleh jadi proses pembentukan koalisi partai untuk Pilpres 2014 bakal lebih seolah-olah suasana 2004 dibandingkan 2009. Artinya , koalisi lebih menyebar tanpa pengumpulan yang semencolok koalisi pendukung Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono pada 2009.

Poros keempat?

Sejauh ini tersedia tiga potensi poros pengusungan kandidat Pilpres 2014: Jokowi , Prabowo dan Aburizal Bakrie. Dua poros pertama sepertinya sudah mulai membangun soliditasnya. Poros ketiga , Poros Aburizal , ada dalam posisi yang harus sangat siaga. Mengapa?

Sebab , kalau mereka terlalu percaya diri dan bekerja kurang sigap , serta kalau ada pemain lain dengan penguasaan political marketing yang layak , bukan tak mungkin mencuat poros keempat.

Poros keempat dapat terbangun dari kumpulan partai politik yang tak terakomodasi dalam Poros Jokowi ataupun Poros Prabowo , dan tak diajak serta oleh Poros Aburizal yang terlalu percaya diri. Poros keempat ini dapat memberi imbas kejut pada calon pemilih kalau berhasil menentukan kandidat yang memiliki posisi dan diferensiasi yang unik dan segar.

Namun , pembentukan poros keempat yang memberi imbas kejut itu hanya realistis dibayangkan manakala para pemimpin partai bukan saja bekerja dengan sigap , melainkan juga dengan trik berpikir di luar kelaziman lama. Sayangnya , mereka yang sigap kerap terkurung dalam trik berpikir usang dan mereka yang berpikir dengan trik gres tak punya perangkat politik untuk bergerak sigap.

Eep Saefulloh Fatah , Pendiri dan CEO PolMark Indonesia Inc , Pusat Riset dan Konsultasi Political Marketing

0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Prospek Poros Keempat"

Total Pageviews