A Prasetyantoko
Sebenarnya mendasar ekonomi kita sudah relatif membaik yang ditandai dengan berkurangnya defisit neraca transaksi berjalan triwulan IV-2013. Merespons pengumuman itu , semenjak pertengahan Februari 2014 , arus modal ajaib masuk lebih konsisten sehingga IHSG naik , nilai tukar menguat , dan imbal hasil obligasi turun. Membaiknya mendasar ekonomi diikuti oleh menguatnya sentimen pencalonan presiden. Sayangnya , mendasar politik masih berliku , ditandai dengan hasil quick count yang memperlihatkan tak ada satu partai politik pun yang memiliki bunyi lebih dari 20 persen. Benarkah tak ada cita-cita dalam transisi politik ini?
Meski tak sesuai cita-cita , pemilihan presiden tetap menawarkan peluang bagi perubahan ”fundamental politik” dengan aneka macam syarat. Pertama , koalisi partai dalam pengajuan presiden dijamin kokoh , tak ada perubahan peta koalisi pada menit terakhir. Kedua , segera muncul pasangan calon presiden dan wakil presiden yang benar-benar meyakinkan semua pihak dengan integritas dan kompetensi memadai. Ketiga , rumusan visi-misi , aktivitas kerja , dan aktivitas agresi calon presiden benar-benar menjawab problem mendasar. Pada pada dasarnya , semua pihak (terutama investor) butuh segera terbentuknya kelembagaan politik yang memungkinkan akselerasi kebijakan ekonomi guna menjawab problem mendasar.
Masalah defisit neraca transaksi berjalan dianggap sebagai simptom problem struktural perekonomian kita sehingga investor sensitif terhadap besaran defisit. Neraca perdagangan Februari kemudian surplus 785 ,3 juta dollar AS , tetapi belum solid. Kenaikan ekspor 0 ,68 persen dari bulan sebelumnya terjadi alasannya ialah kenaikan harga komoditas (CPO). Dibandingkan dengan Februari tahun sebelumnya (year-on-year) , ekspor turun 2 ,96 persen. Untungnya , pada periode yang sama impor merosot 9 ,98 persen sehingga neraca perdagangan masih bisa surplus.
Mengamankan neraca transaksi berjalan membutuhkan kebijakan ekonomi progresif. Akutnya neraca jasa mengharuskan reformasi di bidang jasa pelayaran dan asuransi ekspor. Pada neraca perdagangan dibutuhkan transformasi menyeluruh di aneka macam bidang guna meningkatkan daya saing produk nonmigas kita. Membangun kelembagaan ekonomi bisa dituangkan dalam kerangka kebijakan industrial yang memadai.
Paling tidak ada beberapa masalah pokok yang harus ditangani. Pertama , pemberdayaan sektor pertanian melalui keterkaitan dengan sektor industri manufaktur. Kita telah mengalami lompatan yang salah ketika meninggalkan sektor pertanian ke industri manufaktur dan dari industri manufaktur ke sektor jasa. Kebijakan industrial harus bisa mengintegrasikan kembali sektor ekonomi kita dalam kesatuan mata rantai nilai (value-chain) yang solid.
Kedua , kita terbukti tak bisa memenuhi prasyarat yang dibutuhkan untuk mendorong kinerja ekonomi lebih cepat , ibarat pasokan infrastruktur dan energi , birokrasi , serta sistem logistik yang memadai. Percepatan pembangunan infrastruktur dan energi harus menjadi prioritas , selain reformasi birokrasi dengan menarik beberapa kewenangan kebijakan dari level tempat ke pusat.
Ketiga , kualitas sumber daya insan kita belum memadai , mengingat sebagian besar tenaga kerja berpendidikan SD dan SMP. Komitmen anggaran sebesar 20 persen dari APBN untuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan belum menghasilkan dampak. Masih perlu waktu lagi dengan catatan prosesnya benar. Keempat , struktur anggaran yang tak menawarkan ruang fiskal cukup bagi pemerintah gres untuk bermanuver dengan kebijakan di luar koridor yang sudah diikat dalam APBN. Pemerintah gres dituntut melaksanakan pengalihan anggaran yang besar terhadap subsidi , terutama materi bakar minyak (BBM) , ke pos pengeluaran lain.
Hal terakhir sangat sensitif alasannya ialah bisa menimbulkan gejolak politik dan sosial. Diperlukan legitimasi yang besar lengan berkuasa , kemampuan teknokratis , dan komunikasi politik yang solid. Pengalihan subsidi BBM bisa dilakukan dengan dua opsi besar , yaitu penentuan subsidi tetap dan pengurangan setrik berkala dengan perhitungan yang matang. Subsidi tetap bisa diambil dengan memilih besaran subsidi setiap liter setrik tetap dan jikalau ada fluktuasi harga konsumen diminta menanggung.
Navigasi problem ekonomi sama sekali tak mudah. Dari sisi domestik begitu rumit dan kompleks , belum lagi faktor regional dan global. Akibat rapuhnya struktur ekonomi domestik , selama ini kita terombang-ambing oleh dinamika regional dan global. Pemilu kali ini harus dimanfaatkan untuk melaksanakan perubahan , baik dari sisi mendasar politik maupun ekonomi.
Peta calon presiden tak bakal banyak berubah; pasar sangat menantikan figur calon presiden. Begitu muncul sosok yang punya dapat dipercaya dan kompetensi tinggi , pasar kembali beraksi positif. Kita membutuhkan calon wakil presiden yang sangat menguasai dimensi teknokratis dalam birokrasi , tetapi juga punya kemampuan mengoordinasikan seluruh kebijakan supaya terjadi sinergi. Setelah itu , tonggak penting lain ialah pengisian pos kementerian , terutama posisi penting , ibarat kementerian keuangan , BUMN , serta energi dan sumber daya mineral.
Intinya , problem bangsa ini harus diselesaikan sistematis dengan trik membangun kelembagaan politik dan ekonomi yang solid. Ironisnya , masyarakat masih mengandalkan figur (individual) dan cenderung tak percaya pada institusi (partai) politik.
A Prasetyantoko , Pengajar di Unika Atma Jaya Jakarta
0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Membangun Kelembagaan Ekonomi"