Latest News

Kumpulan Opini Kompas: Guru Inti| Nasibmu Kini

Mukani

PELAKSANAAN sosialisasi kurikulum 2013 memasuki babak baru. Mulai 1 Februari 2014 , sejumlah 1.500 guru inti bakal menyandang status grounded. Guru inti tidak dilibatkan lagi dalam semua atrik sosialisasi kurikulum 2013.

Sistem yang bakal dipakai dalam atrik sosialisasi kurikulum 2013 ialah eksklusif dari pelatih nasional kepada guru sasaran.

Sebanyak 33.000 lebih guru target bakal dilatih semoga bisa menjadi pelatih nasional. Dengan jumlah itu , pembinaan 1 ,4 juta guru target dibutuhkan tercapai.

Predikat pelatih nasional bahwasanya bukan sembarang status. Untuk meraihnya , seorang calon harus bisa memahami konsep pendidikan dan kurikulum setrik luas. Biasanya , status pelatih nasional diberikan kepada para dosen yang sudah menduduki jabatan lektor.

Fakta di lapangan memberikan bahwa status pelatih nasional ”sengaja dibiaskan” menjadi guru inti oleh pemilik predikatnya. Bagi guru target yang kurang jeli , agresi ini dengan gampang dilaksanakan ketika atrik sosialisasi kurikulum 2013. Biasanya , guru inti mengaku sebagai pelatih nasional di depan para penerima meski tanpa kapasitas keilmuan memadai.

Guru inti sebagian tersaring melalui banyak sekali lomba guru berprestasi. Namun , jadwal yang di beberapa kawasan disebutmaster teacher ini ternyata ”kurang menarik” bagi para guru. Ini berdampak pada sedikitnya guru yang berpartisipasi.

Padahal , begitu menjadi pemenang , ada prestasi tersendiri dan berimbas pada kenaikan jenjang karier , walau bantuan bagi kemajuan pendidikan di sekelilingnya masih dipertanyakan.

Pemilihan guru berprestasi , dalam tataran ideal , dibutuhkan bisa mencetak guru yang kompeten dan mendukung sosialisasi kurikulum 2013. Caranya , dengan melahirkan penerima yang bisa jadi ”contoh baik” dan pencetus perubahan di kawasan asal kiprah , terutama di lingkungan kerja. Baik kepada sesama guru maupun kepada penerima didik.

Setrik normatif , jadwal ini bakal diikuti oleh orang-orang pilihan dengan banyak sekali prestasi melalui seleksi ketat. Baik dari kalangan guru , pengawas , maupun kepala sekolah. Calon penerima minimal memiliki jabatan guru pembina atau IV/a , berijazah magister , dan pernah menjadi juara paling tidak di tingkat daerah.

Mereka juga harus sudah lulus sertifikasi guru dan pernah mengikuti pembinaan keguruan minimal tingkat nasional. Calon penerima juga harus memiliki track record yang baik selama menjadi guru dan tidak pernah berkasus.

Publikasi ilmiah

Melihat kriteria di atas , tidak sulit menemukan calon penerima di setiap pelosok. Namun , bahwasanya , perlu ditambahkan syarat terakhir untuk menjadi guru inti , yaitu kemampuan menulis setrik aktif. Karyanya juga harus dipublikasikan baik di media massa maupun jurnal ilmiah yang memiliki ISSN atau buku ber-ISBN.

Pada tataran ini , kemampuan guru untuk menghasilkan karya ilmiah sanggup dibedakan menjadi empat tipe. Guru model pertama ialah mereka yang sudah bisa menghasilkan karya tulis ilmiah terpublikasikan setrik kontinu. Rutinitas kiprah guru untuk mengajar juga sudah dilaksanakan dengan baik. Metode pembelajaran selalu berkembang sehingga hasil dirasakan penerima didik , sesama guru , dan kepala sekolah.

Kedua ialah model guru yang bahwasanya sudah bisa menghasilkan karya tulis , tetapi belum terpublikasikan setrik baik meski sudah sering menjadi juara penulisan. Sementara itu , pembelajaran yang dilaksanakan beserta penerima didik masih standar sebagai guru. Artinya , banyak sekali penemuan dan kreativitas belum lahir.

Pembelajaran masih sebatas transfer of knowledge dari guru kepada penerima didik. Ironinya , model kedua ini diikuti perasaan malas dan tidak mau berusaha semoga karya tulisnya dipublikasikan dan dinikmati sesama guru dalam cakupan lebih luas.

Model ketiga ialah para guru yang masih belum bisa menghasilkan karya ilmiah , tetapi punya semangat mewujudkan. Mereka terus berguru mendalami teknis penelitian dan kepenulisan. Dengan semangat menggebu , mereka berguru untuk bisa , merasa aib bila tidak bisa alasannya ialah sudah ”dicap” sebagai guru profesional dan sudah lulus sertifikasi.

Terakhir ialah model guru yang sudah menikmati kemampuan yang dimiliki. Kompetensi dalam diri tidak dikembangkan. Dalam beberapa masalah , model keempat ini ”menghalalkan” jual-beli karya ilmiah sekadar untuk memenuhi persyaratan kenaikan pangkat.

Bangsa ini harus segera berbenah. Dari keempat model di atas , hanya model pertama dan ketiga yang bakal menjadi guru produktif menulis. Agar menjadi master teacher , tidak sulit terwujud bila yang direkrut dari kedua model itu terutama terkait produktivitas dalam menghasilkan karya tulis ilmiah.

Untuk membangun sistem ini tentu membutuhkan waktu cukup lama. Agenda pembaruan dalam upaya peningkatan mutu guru di atas sudah saatnya menjadi kiprah bersama dari stakeholdersdunia pendidikan. Jika agenda-agenda ini bisa berjalan baik , maka mencari guru bermutu lewat jadwal master teacher bukan suatu yang sulit.

Dengan demikian , lahir guru inti berkualitas. Bukan alasannya ialah faktor kedekatan dengan dewan juri ataupun panitia pelaksana. Tidak sekadar memberikan materi yang diperoleh dari training of trainer (ToT). Bahkan , melalui kata-kata yang tidak bisa diubah. Redefinisi dan reorientasi terhadap substansi dari master teacher memang sudah saatnya dilakukan.

Mukani , Guru SMAN 1 Jombang

0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Guru Inti| Nasibmu Kini"

Total Pageviews