Latest News

Kumpulan Opini Kompas: Melindungi Mimpi Asean

Rene L Pattiradjawane

MENULIS mengenai masalah-masalah korelasi internasional dan diplomasi pada tahun 2014 ke depan bakal menjadi tantangan tersendiri. Di satu sisi , dilema nasionalisme , regionalisme , dan multilateralisme kini berhadapan dengan jalur patahan (fault lines) tatanan korelasi internasional dan diplomasi selama lima tahun terakhir di semua sisi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Di sisi lain , pengaruh berbeda dan implikasi krisis ekonomi yang mulai melanda daerah Asia akhir luberan krisis keuangan di AS dan krisis zona euro , saat situasi regional di banyak negara Asia setrik utuh menggambarkan budi Doktrin Natalegawa yang dicetuskan Menlu Marty Natalegawa perihal dynamic equilibrium (kesetimbangan dinamis).

Buah pikiran Natalegawa sekali lagi menegaskan bahwa dilema korelasi internasional dan diplomasi di daerah Asia tidak bakal (dan tidak bakal pernah) menghadirkan sistem hegemoni tunggal di tengah maraknya banyak sekali persoalan.

Dalam konteks ini , kita memahami bahwa tatanan hegemoni , khususnya berkaitan dengan kebangkitan kekuatan adikuasa berhadapan dengan kekuatan tunggal yang ada , tidak bakal usang bisa mengatur dunia sesuai kemauan kepentingan geopolitik , geostrategi , dan nasionalnya sendiri.

Kunjungan Presiden AS Barack Obama ke daerah Asia mulai Selasa (22/4) , sehabis membatalkan sepihak kunjungannya tahun kemudian dan tidak hadir dalam dua kali konferensi tingkat tinggi (APEC dan EAS) , tidak bakal bisa menghadirkan perubahan signifikan terhadap kebijakan poros (pivot) yang semenjak usang dicanangkan. Di tengah krisis Crimea , AS terkesan sudah kehilangan kemampuannya dalam diplomasi , kekuatan ekonomi , dan supremasi militer alasannya pengurangan dana yang diterapkan akhir krisis keuangan dalam negeri.

Ada kekhawatiran , saat sistem internasional dan diplomasi sudah tidak lagi berjalan sesuai nilai , norma , dan aturan internasional , benturan-benturan kepentingan strategis dan nasional bakal menjadi bahaya gres ibarat yang terjadi di Suriah dan Crimea belum usang ini.

Bersamaan dengan ini , kita di Asia pun khawatir bahaya yang diproyeksikan Tiongkok pada klaim tumpang tindih kedaulatan dengan Jepang dan negara-negara anggota ASEAN bakal tergeletak dan bergesekan dengan kepentingan Beijing mengikuti preseden Suriah dan Crimea.

Sikap represif Beijing terhadap Filipina alasannya tuntutan arbitrase ataupun sikapnya terkait sikap Jepang yang ingin mengubah posisi pasifismenya berpeluang menjadi bahaya balkanisasi Asia.

Ketika pemerintah dan negara sudah tidak saling berbitrik satu sama lain , ibarat Beijing-Manila atau Beijing-Tokyo , atas persoalan-persoalan serius yang ada di antara mereka (bahkan condong saling menghina satu sama lain) , ada dua dilema yang muncul. Pertama , apakah AS setrik default harus menjadi interlocutor dan wasit , dan kita memagarkan dilema daerah diselesaikan oleh negara luar kawasan?

Kedua , saat ketergantungan ekonomi di daerah Asia sudah sangat tinggi , apakah kita masih perlu masuk dalam kancah aturan keterlibatan (rules of engagement) atau apakah melalui seni administrasi pengepungan (containment) memagarkan konflik mengancam melalui penawaran santunan keamanan , bahkan perdamaian?

Kita tidak ingin Beijing ataupun Washington menjalankan kebijakan balkanisasi Asia atas nama kesejahteraan rakyat , perdamaian , dan stabilitas hanya melulu untuk memenuhi kepentingan nasional masing-masing. Kita tidak ingin melihat ”Kebangkitan Tiongkok” yang menerapkan ”politik dan keamanan berkarakteristik Tiongkok” menjadi terlalu percaya diri dalam proyeksi bergairah ”tidak ada alternatif”.

”Jalan ASEAN” yang kita tempuh selama ini , yang kita sebut sebagai ”jalan tengah” dalam konsepsi aliran Natalegawa , sesuai doktrin kita seutuhnya pada keinginan ketertiban dunia , khususnya integrasi dan keamanan daerah Asia.

Dan ini yakni ”Mimpi ASEAN” yang harus selalu disinkronisasikan dengan ”mimpi siapa pun” , memastikan kesinambungan perdamaian dan stabilitas sebagai syarat utama pertumbuhan ekonomi bersama. 

Rene L Pattiradjawane , Wartawan Senior Kompas
KOMPAS , 21 April 2014

0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Melindungi Mimpi Asean"

Total Pageviews