Latest News

Kumpulan Opini Kompas: Tiongkok| Kekuatan Teguh Pertahankan Perdamaian Dan Kestabilan

Liu Hongyang

PADA 6 April kemudian , Kompas memuat artikel berjudul ”Jalan ASEAN: Arbitrase dan Tata Kedaulatan” yang mendukung langkah Filipina mengajukan somasi mengenai sengketa Laut Tiongkok Selatan antara Tiongkok dan Filipina ke Mahkamah Arbitrase Internasional. Artikel itu juga mengkritik kebijakan regional Tiongkok.

Terkait hal tersebut , saya ingin menanggapinya supaya para pembaca mengetahui fakta dan masalah-masalah yang terjadi.

Bagi negara mana pun , teritori dan perbatasan merupakan warisan sejarah. Dari segi sejarah dan yuridis , Tiongkok-lah yang pertama kali menemukan , menamakan , membuatkan , dan mengelola Kepulauan Nansha (juga disebut Kepulauan Spratly).

Tiongkok jugalah yang pertama dan terus-menerus melakukan hak kedaulatan di seluruh Kepulauan Nansha. Sejak 700 tahun yang kemudian , yaitu pada masa Dinasti Yuan , Tiongkok sudah mulai melakukan yurisdiksi terhadap Kepulauan Nansha.

Setelah Perang Dunia II , berdasarkan Deklarasi Kairo , Deklarasi Postdam , dan dokumen-dokumen aturan internasional yang lain , Tiongkok mendapatkan kembali Kepulauan Nansha yang diduduki Jepang.

Selanjutnya Tiongkok mengambil serangkaian tindakan untuk mengonfirmasi dan menegaskan kembali kedaulatan terhadap Kepulauan Nansha. Pada waktu itu , Filipina yang telah memproklamasikan kemerdekaannya tidak mengajukan keberatan apa pun atas kedaulatan Tiongkok terhadap Kepulauan Nansha.

Batas wilayah Filipina ditentukan oleh sejumlah perjanjian , di mana garis perbatasan barat Filipina ditetapkan pada koordinat 118 derajat bujur timur. Kepulauan Nansha dan Pulau Huangyan (Beting Scarborough) di Kepulauan Zhongsha sama sekali tidak termasuk dalam wilayah Filipina yang ditetapkan dalam perjanjian-perjanjian yang bersangkutan.

Sebelum tahun 1970-an , baik dokumen-dokumen aturan maupun pernyataan pemimpin negara Filipina sama sekali tak pernah menyebutkan bahwa wilayah teritorial Filipina meliputi Kepulauan Nansha dan lain sebagainya.

Namun , sesudah ditemukannya cadangan minyak bumi di perairan Kepulauan Nansha pada tahun 1970-an , Filipina mulai mengklaim kedaulatan dan menduduki sebagian pulau dan karang. Pemerintah Tiongkok semenjak awal sudah berulang kali mengajukan protes serius kepada pihak Filipina.

Pendudukan ilegal Filipina terhadap sebagian pulau dan karang di Kepulauan Nansha merupakan penyebab utama persengketaan Laut Tiongkok Selatan antara Tiongkok dan Filipina.

Upaya penyelesaian

Tiongkok selalu menghargai fakta sejarah dan aturan internasional dalam penyelesaian sengketa teritorial dengan negara-negara lain. Berdasarkan semangat kesetaraan dan saling memahami , Tiongkok mengadakan negosiasi hening dan erat dengan negara-negara tetangga , dan berhasil menuntaskan sebagian besar problem perbatasan dan teritori tersebut.

Sampai kini , garis perbatasan yang digambarkan dan ditetapkan sudah mencapai 90 persen dari keseluruhan garis perbatasan wilayah daratan Tiongkok. Fakta telah mengambarkan bahwa persetujuan yang dicapai melalui negosiasi sanggup diterima oleh kedua pihak , dan merupakan yang paling adil dan bertahan lama.

Mengenai sengketa Laut Tiongkok Selatan antara Tiongkok dan Filipina , Tiongkok berpegang teguh untuk menyelesaikannya melalui perundingan. Sikap itu saya pegang teguh dengan mempertimbangkan kepentingan besar korelasi Tiongkok-Filipina , perdamaian dan kestabilan di Asia Tenggara , dan menjalankan pendekatan konsisten Tiongkok dalam menangani informasi semacam ini.

Apalagi , penyelesaian melalui negosiasi bilateral merupakan konsensus yang setrik positif tercantum , baik dalam pernyataan bersama Tiongkok dan Filipina maupun dalam ”Deklarasi Perilaku Para Pihak di Laut Tiongkok Selatan (DoC)” yang ditandatangani oleh Tiongkok dan negara-negara ASEAN.

Akan tetapi , hal yang sangat disesalkan yaitu tindakan berlawanan dari pihak Filipina dengan mengajukan somasi ke Mahkamah Arbitrase Internasional. Hal itu mengatakan Filipina tak berkeinginan menaati konsensus yang telah disepakati kedua pihak dan negara-negara lain di daerah tersebut.

Saya ingin menegaskan bahwa berdasarkan Konvensi PBB perihal Hukum Laut (UNCLOS) sendiri , sengketa kedaulatan teritorial berada di luar jangkauan yurisdiksi konvensi itu.

Sebagai negara penandatangan UNCLOS , Tiongkok telah menyerahkan pernyataan tertulis kepada Sekretaris Jenderal PBB pada 2006. Dalam pernyataan tertulis itu , Pemerintah Tiongkok tidak mendapatkan yurisdiksi peradilan atau arbitrase internasional apa pun yang disebutkan dalam Ayat 2 cuilan ke-15 UNCLOS.

Sikap Tiongkok itu didasarkan pada Pasal 298 UNCLOS yang mengatur mengenai persengketaan apa pun yang disebutkan dalam Pasal 298 Nomor 1 (a) , (b) , (c) , yaitu sengketa penetapan perbatasan maritim , sengketa teritori , dan aktivitas militer. Oleh alasannya itu , pendirian Tiongkok yang tidak mendapatkan dan tidak berpartisipasi dalam tindakan sepihak Filipina itu bersifat rasional dan legal.

Impian Tiongkok

Dewasa ini , perdamaian dan kolaborasi merupakan tendensi dunia. ”Diplomasi Kapal Meriam” dan ”Politik Kekuasaan” sudah dibuang oleh kebanyakan negara. Sampai kapan pun , Tiongkok tidak bakal mengambil jalan hegemoni.

Namun , perlu ditegaskan bahwa bila wilayah suatu pihak bukanlah wilayah saya , sedikit pun saya tidak bakal mengambilnya. Akan tetapi , bila memang wilayah suatu pihak itu yaitu milik saya , sejengkal tanah pun bakal saya pertahankan.

Saya juga ingin menegaskan bahwa negara mana pun memiliki visi , misi , dan jalan perkembangan sendiri. Karena , kalau tidak , negara itu bakal kehilangan arah tujuan dan daya dorong.

Impian Tiongkok yaitu visi indah seluruh rakyat Tiongkok yang mengharapkan negaranya berpengaruh dan makmur serta rakyatnya senang dan sejahtera. Impian Tiongkok juga merupakan impian untuk berkembang setrik hening dan bekerja sama saling menguntungkan sehingga sanggup hidup berdampingan setrik serasi dan mencapai perkembangan dan kemakmuran bersama seluruh negara.

Saya juga ingin menegaskan bahwa Tiongkok mendukung integrasi dan pembangunan komunitas ASEAN , menghargai konsensus ASEAN , mendukung ASEAN memainkan tugas setrik umum dikuasai dalam prosedur kolaborasi regional , dan berharap Indonesia sebagai negara besar regional sanggup memainkan tugas konstruktif yang lebih besar. 

Liu Hongyang , Kuasa Usaha Sementara Kedutaan Besar Republik Rakyat Tiongkok
KOMPAS , 21 April 2014

0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Tiongkok| Kekuatan Teguh Pertahankan Perdamaian Dan Kestabilan"

Total Pageviews