Latest News

Kumpulan Opini Kompas: Ranjau Disintegrasi Ukraina

Darmansyah Djumala

SEGERA sesudah  setrik resmi dan sepihak mengintegrasikan Crimea ke wilayah kedaulatannya melalui referendum , Rusia mengambil langkah cepat: menggelar kekuatan militer di tapal batas timur Ukraina.

Manuver militer Rusia ini membuat banyak pihak khawatir. Pihak Barat , terutama AS dan Uni Eropa , menuduh Rusia berniat menggeser garis batas teritori , merangsek ke wilayah Ukraina dengan kekuatan militer. Masyarakat internasional menyerukan semoga krisis Ukraina diselesaikan melalui dialog. Imbauan pun bersambut.  Presiden AS Barack Obama dan Presiden Rusia Vladimir Putin sepakat menugaskan menlu masing-masing untuk mencari solusi politik dan diplomasi bagi krisis Ukraina.

Sistem federal

Seturut ini , final Maret , Menlu AS John Kerry dan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey V Lavrov bertemu di Paris. Ada satu hal menarik dalam upaya mencari solusi politik bagi krisis Ukraina: tawaran Rusia semoga Ukraina melaksanakan reformasi konstitusi yang memungkinkan negara itu menganut sistem federal.

Seperti dilansir New York Times (31/3) , baik AS maupun Rusia sepakat membitrikkan sistem federal bagi Ukraina. Dalam perspektif ilmu pemerintahan , jamak dipahami sistem federal sanggup lebih menjamin terpenuhinya kebutuhan lokal , memperpendek rentang kendali pemerintahan sentra terhadap kawasan sehingga lebih menjamin aspek lokalitas suatu kawasan , termasuk hak minoritas di suatu negara.

Terkait hal terakhir inilah kiranya mengapa Rusia antusias memfederalkan Ukraina sebab beberapa provinsi memang berpenduduk dominan etnik Rusia. Terlepas apakah Ukraina oke dengan pembitrikan AS dan Rusia ini , solusi federalisasi  bagi Ukraina setidaknya bakal berdampak terhadap dua hal mendasar: keutuhan teritori dan penyikapan masyarakat internasional terhadap informasi Ukraina.

Pertama , terkait integritas wilayah , permintaan federalisasi Ukraina sangat berbahaya. Dalam usulannya , Rusia menginginkan Ukraina mengubah diri jadi negara federal yang menawarkan kewenangan kawasan yang luas dalam bingkai otonomi di bidang ekonomi dan pendidikan serta korelasi ekonomi-budaya dengan negara tetangga. Sepintas permintaan ini menawarkan impian bagi terpenuhinya aspek lokalitas dan efisiensi pembangunan provinsi-provinsi di Ukraina. Sesederhana itukah?

Tunggu dulu. Lihatlah frasa ”hubungan ekonomi-budaya dengan negara tetangga” dalam tawaran Rusia itu. Frasa ini mengandung makna geo-strategis bagi Rusia. Dari 27 provinsi Ukraina , ada dua provinsi dengan penduduk beretnik Rusia di atas 75 persen (Crimea dan Donetsk); dan tujuh provinsi 25-75 persen (Luhansk , Kharkiv , Dnipropetrovsk , Zaporizhia , Kherson , Mykolaiv , dan Odessa). Menariknya , kesembilan provinsi ini berbatasan eksklusif dengan Rusia.

Usul menawarkan otonomi dan kewenangan provinsi untuk mengadakan ikatan ekonomi-budaya dengan negara tetangga (dapat diduga yang dimaksud yaitu Rusia) menyiratkan adanya kepentingan semoga provinsi-provinsi itu tetap berada di bawah bayang-bayang Rusia. Bukankah inti kepentingan Rusia di Ukraina yaitu mempertahankan imbas ekonomi dan politik terhadap beberapa wilayah di Ukraina , kalau tidak seluruh Ukraina?

Jika tawaran ini terus bergulir dan balasannya disetujui , keutuhan Ukraina jadi taruhan. Dengan kewenangan luas dan ikatan ekonomi-budaya yang berpengaruh dengan Rusia , kalau muncul ketidakpuasan sedikit saja , dengan gampang Rusia menancapkan pengaruhnya lebih dalam di provinsi-provinsi itu. Dan , pemisahan diri dari Ukraina membayang di depan mata.

Sistem federal yang dirundingkan AS dan Rusia dikala ini , alih-alih mengefisienkan pemenuhan kebutuhan pembangunan di sembilan provinsi Ukraina , malah membuhulkan ancaman pemisahan diri. Alhasil , sistem federal tak lebih tebaran ranjau politik bagi integrasi Ukraina.

Kedua , gimana dampak permintaan otonomi dan federalisasi Ukraina terhadap perilaku masyarakat internasional? Solusi politik memfederalkan dan dukungan otonomi bagi provinsi-provinsi di Ukraina hanya menggeser informasi utama dalam krisis Ukraina. Bersedianya AS berunding dengan Rusia mengenai otonomi memperlihatkan AS terjebak dalam gendang tarian Rusia sebab dengan dibitrikkannya otonomi , informasi awal berupa aneksasi Crimea oleh Rusia terkesampingkan.

Logika politik yang lempang membisikkan bahwa kalau AS bersedia membahas federalisasi dan otonomi , berarti AS sudah masuk bingkai pembitrikan yang menguntungkan Rusia. Tatkala pembahasan permintaan itu bergulir , status Crimea vis-a-vis Rusia tidak diutak-atik dan bukan tidak mungkin terlupakan. Pada titik inilah terjadi pergeseran informasi utama dalam krisis Ukraina: yang mulanya informasi legitimasi aneksasi Crimea menjadi dukungan otonomi bagi provinsi-provinsi di Ukraina.

Pergeseran informasi Ukraina akhir guliran pembitrikan AS-Rusia mengenai otonomi dan federalisasi Ukraina harus   dicermati masyarakat internasional. Guliran informasi otonomi bakal menegasikan urgensi informasi aneksasi. Setrik hipotesis sanggup dikatakan , kalau nanti permintaan ini ternyata disepakati AS-Rusia , perilaku menentang aneksasi Crimea oleh Rusia perlu dikaji ulang. Bisa jadi tatkala pembitrikan AS-Rusia mengerucut ke persetujuan atas otonomi dan federalisasi Ukraina , perilaku penolakan atas referendum Crimea jadi tak relevan lagi.

Darmansyah Djumala , Diplomat , Tugas di Polandia

0 Response to "Kumpulan Opini Kompas: Ranjau Disintegrasi Ukraina"

Total Pageviews